LAPORAN PERTANGGUNG-JAWABAN
DIVISI / DEWAN
HARIAN-PEMIMPIN UMUM
Lembaga Pers Mahasiswa natas
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Periode 2009/2010
Pendahuluan
“Berikanlah kepada kaisar
apa yang menjadi hak kaisar
dan kepada Allah apa yang
menjadi hak Allah”
Tapi bagaimana
Kalau kaisar itu bukan
kaisar
Dan menganggap dirinya sama
dengan Allah?
…
Demikian kutipan salah satu bait puisi “Amsal Merah Marah” buatan Saut
Situmorang. Setelah membaca puisi itu, aku duduk termenung mencoba menelusuri
beberapa jejak waktu yang telah lewat dan saat itu aku merasa kesepian. Tidakkah
seorang pun yang mau bersensasi bersamaku, memuaskan semua rangsangan yang
lahir di imajinasiku ini? Siapa orangnya? Di manakah teman-temanku yang dulu
bisa kuajak berserks ria memuaskan semua imajiku yang lahir dari
keresahan-keresahan sosial dan disembunyikan di balik lubuk dendam terdalam?
Kembali aku duduk termenung dalam keresahan, menangis dalam kehampaan,
membuai masa-masa yang dulu. Mungkin ia telah pergi dan tahu kapan akan kebali?
Daripada aku bernostalgia dalam harapan, lebih baik aku lanjut
menerjemahin puisi itu dalam kehidpanku. Aku sedikit larut dalam puisi itu.
Aku teringat puisi ini dengan apa yang aku alami di natas. Apa maksud
dari makna kaisar itu? Pada suatu peristiwa, ketika aku sedang membayar uang
kuliahku, aku bertemu dengan salah seorang dosen. Dalam cesletukan ia berkata, “sedang
apa chi?” Aku menjawab dengan nada gurau, “sedang memberikan kewajibanku.”
Dosen itu pun melanjutkan percakapan dengan nada datar, “kepada kaisar?” aku
menjawab pertanyaannya dengan becandaan pula, “ia, oh ya pak aku pamit dulu
ya…”, lalu sambil melangkah hendak meninggalkan mereka. Baru satu dua langkah,
dosen itu langsung bertanya lagi, “mau ke mana lagi kamu?” Langkahku terhenti
sejenak dan aku balik menjawab pertanyaannya, “Mau menemui kaisar yang lain
lagi sekedar meminta hakku….” Sambil terkekek aku pergi meninggalkan mereka dan
mereka pun tersenyum mengiringi kepergianku.
Percakapanku itu sungguh membekas
dalam benakku. Seperti itukah pandangan para dosen kepada para pemimpin kampus
ini? Ataukah memang sikap para pemimpin kampus ini sudah seperti seorang
kaisar? Atau mungkin lebih dari itu, para pemimpin di kampus ini sudah seperti
seorang kaisar yang menganggap dirinya Allah?
Hmm… tapi, siapa orang yang bisa
kuajak berbagi semua yang telah aku baca ini? Siapa yang bisa kuajak diskusi
mengenai hal ini? Siapakah orangnya? Ada yang bisa menjawab?
Kondis
natas pada Mulanya…
Setelah memcat banyak
anggota pada kepengurusan 2008, saat itu kami yang tersisa berusaha mencari
berbagai bentuk organisasi yang baik untuk natas ke depannya. Banyak diskusi
tentang keorganisasian kami lakukan, baik dari segi kulturalnya sampai pada struktur
yang baik.
Pada saat PAB 2009, kami
bahagia dengan penambahan anggota yang begitu banyak. Kebahagiaan kami bukan
tak beralasan. Ada beberapa alasan yang membuat kami merasa bahagia yaitu:
pertama, kami menerima 43 Anggota dan merupakan Anggota terbanyak yang pernah ada di natas saat itu, kedua,
sebagian besar dari anggota itu memiliki wawasan yang begitu luas, dan lain
sebagainya.
Selain berbahagia, kami juga
mengalami sebuah kesulitan yaitu bagaimana cara mengkader teman-teman yang baru
ini? Pertanyaan inilah yang akhirnya membuat kami sering berdiskusi, beradu
otak. Pada mulanya kami mencapai kata sepekat yaitu tidak ada kesepakatan.
Akhirnya kami memutuskan untuk mengkader teman-teman yang baru berdasarkan
masing-masing divisi. Untuk wacana umum kita sepakat untuk mengkader
berdasarkan cultural.
Namun
pengkaderan secara kultulal seperti apakah yang bisa kami buat untuk
teman-teman yang mungkin memiliki wacana lebih kuat dari kami? Pertanyaan ini
muncul setiap kami membahas sola pengkaderan terhadap teman-teman. Akhirnya
kami mencoba cara pengkaderan wacana sesuai dengan apa yang kita lihat dan
alami bersama.
Akan
tetapi, kelemahan dari model pengkaderan ini memiliki beberapa kekurangan yaitu
bahwa pemberian wacana itu tidak akanmerata ke semua anggota dan pengembangan
wacana itu tidak terstruktur. Karena ada banyak kekurangan dalam diskusi ini,
kami akhirnya mencoba mengadakan lagi diskusi rutin dengan membahas tema-tema
tertentu yang dipimpinsatu orang. Namun diskusi ini pun hanyab selesai di
tatara rencana, tidak dilaksanakan.
Selain
masalah pengkaderan, ada masalah lain lagi yang sangat mendasar dan sangat
mengganggu jalannya sebuah organisasi yaitu masalah akademik. Uang kuliah yang
makin melambung, jadwal kuliah yang padat membuat dan tumpukan tugas kuliah
yang begitu banyak membuat banyak anggota yag pelahan-lahan mulai menghilang
dari oraganisasi. Bagi sebagian orang, alasan ini tidak dapat diterima, tapi
alasan ini bukan berarti dikesampingkan. Inilah tantangan kita ke depannya!
Bagaimanakah kita melawan suatu system pendidikan yang sengaja dibuat untuk
membodohkan banyak orang ini?
Evaluasi
jalannya organisasi
Pada awal jalannya
kepengurusan ini, masing-masing divisi berjalan baik. Rapat-rapat, baik itu
dari rapat divisi sampai rapat anggota berjalan sesuai dengan perencanaan. Akan
tetapi pada akhirnya pun rapat-rapat ini mulai kendor dan bahkan sampai
menghilang ditelan waktu. Hal ini disebabkan karena kurang tegasnya saya
sebagai seorang Pemimpin Umum (PU) dalam mengingakat para kepala divisi untuk
terus mengadakan rapat.
Selain itu, anggota natas
pun mulai mengalami penurunan dalam hal kuantitas. Ada banyak sekali
penyebabnya, baik dari segi ketidaknyamanan mereka di natas maupun alasan-alasan
akademik. Namun, apapun alasannya, tidak dapat dibenarkan, baik dari segi
kenyamanan maupun dari segi akademik. Hal ini dikarenakan yang pertama,
kenyamanan itu dibentuk, dan yang membentuknya adalah kita sendiri, kedua,
berbicara soal akademik, semua anak natas adalah mahasiswa yang tidak lepas
dari sistem akademik itu sendiri. Akademik tidak bisa dijadikan alasan kuat
karena itu soal bagaimana kita memenegemen waktu.
Ada beberapa hal lain lagi
yang patut kita evaluasi bersama yaitu masalah diskusi yang mulai menurun,
menegemen masalah dalam mengadakan suatu acara, dan wacana dalam evaluasi yang
selalu tidak berjalan. Mungkin maslah ini perlu dibahas satu per satu.
1. Diskusi
yang mulai menurun.
Diskusi
merupakan salah satu cara seorang wartawan untuk memperkuat wacana tentang
suatu masalah yang akan ditulisnya. Akan tetapi, saat ini, ruang-ruang diskusi
yang ada di natas mulai perlahan ditinggalkan. Orang menjadikan natas sebagai
rumah, namun salah mengartikan rumah ala natas. Rumah natas adalah suatu tempat
dimana kita bisa merasa nyaman, nyaman setelah kita melihat kenyataan dunia
sekitar yang begitu busuk lalu kembali ke rumah dan di sana kita bisa
mendapatklan solusi. Namun itu sudah tidak terjadi saat ini. natas saat ini
sudah tidak lagi menjadi tempat pelarian kita dari berbagai masalah. Natas
sekarang ini malah menjadi tempat sebagian orang untuk bersenang-senang,
menghabiskan harinya dengan berbagai hal yang malah meresahkan teman-teman
lain. Natas saat ini sudah tidak lagi menjadi ruang bagi teman-teman yang
mengalami keresahan setelah disolimi pendidikan di kampus. Akibatnya
teman-teman yang mengalami keresahan ini mulai merasa tidak betah lagi berada
di rumahnya sendiri.
2. Menajemen
masalah.
Diakui
atau tidak, masih banyak dari teman-teman natas sekarang yang belum bisa
memenagemen masalah, apalagi saat mengadakan suatu acara. Hal ini menyebabkan
banyak sekali kefatalan, baik dari hubungan antar personal maupun dalam hal
kinerja. Mungkin masalah ini perlu kita refleksikan bersama dan mencari solusinya
untuk menjadikan natas sebuah organisasi mahasiswa yang besar, karena hal-hal
yang besar dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana.
3. Wacana
dalam evaluasi yang selalu berjalan lamban.
Ada
banyak sekali wacana yang menurutku bagus dalam suatu evaluasi besar. Akan
tetapi, dalam prakteknya, hal ini tidak berjalan dengan baik. Seringkali
wacana-wacana ini hanya selesai di tataran konsep.
Beberapa
hal di atas dapat dikatakan merupakan kesalahan saya sebagai PU yang memiliki
fungsi sebagai pengontrol organisasi. namun, ini bukan suatu pembelaan diri,
saya mengakui itu adalah kekurangan saya.
Dalam perjalanan pun, saya
sering mengalami kesulitan dalam membagi tugas dengan baik itu tugas PPMI,
maupun tugas saya di natas. Namun, saya berterimakasih pada teman-teman karena
tampa control dari saya sebagai seorang PU, tapi berbagai tugas di natas dapat
diselesaikan dengan baik. Bagiku, ini sangat membanggakan.
Kesimpulan
Keresahan
datang saat kedukaan menyelimuti diriku, mengiris batinku, menempatkan aku pada
suatu sudut kelupaan. Tidak hanya hari itu, hampir setiap hari aku harus duduk
menyendiri, merenungi masa yang tak kunjung sadar.
Ini
kisahku dan beberapa orang teman yang merasa kehilangan akan suatu masa, masa
yang penuh dengan keindahan, masa yang penuh dengan canda-tawa di sela diskusi
akan suatu fenomena, walau kadang kami harus menapik suatu kemunafikan.
Kerinduan akan masa dulu, masa yang hampir menjatidirikan kami, membuat kami
bungkam dan diam tampa kata ketika masa itu berubah terbalik diluar yang kami
duga.
Ini
bukan soal siapa yang benar dan siapa yang salah. Ini bukan soal gengsi. Ini
bukan soal siap berhak menuntut siapa? Ini soal bagaimana kita merefleksikan
kembali diri kita masin-masing untuk sebuah kebersamaan dan kekeluargaan. Ini
soal bagaimana kita berpikir secara dewasa dalam menghadapi dan menyelesaikan
sebuah masalah
Mungkin aku bukanlah manusia super yang bisa melakukan banyak hal. Aku
hanyalah seorang pemain bola yang bisa bermain di satu lapangan dalam satu
waktu.