Label

Sabtu, 18 Februari 2012

LAPORAN PERTANGGUNG-JAWABAN DIVISI / DEWAN HARIAN-PEMIMPIN UMUM


LAPORAN PERTANGGUNG-JAWABAN
DIVISI / DEWAN HARIAN-PEMIMPIN UMUM
Lembaga Pers Mahasiswa natas
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
Periode 2009/2010
Pendahuluan
“Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar
dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah”

Tapi bagaimana
Kalau kaisar itu bukan kaisar
Dan menganggap dirinya sama dengan Allah?
Demikian kutipan salah satu bait puisi “Amsal Merah Marah” buatan Saut Situmorang. Setelah membaca puisi itu, aku duduk termenung mencoba menelusuri beberapa jejak waktu yang telah lewat dan saat itu aku merasa kesepian. Tidakkah seorang pun yang mau bersensasi bersamaku, memuaskan semua rangsangan yang lahir di imajinasiku ini? Siapa orangnya? Di manakah teman-temanku yang dulu bisa kuajak berserks ria memuaskan semua imajiku yang lahir dari keresahan-keresahan sosial dan disembunyikan di balik lubuk dendam terdalam?
Kembali aku duduk termenung dalam keresahan, menangis dalam kehampaan, membuai masa-masa yang dulu. Mungkin ia telah pergi dan tahu kapan  akan kebali?
Daripada aku bernostalgia dalam harapan, lebih baik aku lanjut menerjemahin puisi itu dalam kehidpanku. Aku sedikit larut dalam puisi itu.
Aku teringat puisi ini dengan apa yang aku alami di natas. Apa maksud dari makna kaisar itu? Pada suatu peristiwa, ketika aku sedang membayar uang kuliahku, aku bertemu dengan salah seorang dosen. Dalam cesletukan ia berkata, “sedang apa chi?” Aku menjawab dengan nada gurau, “sedang memberikan kewajibanku.” Dosen itu pun melanjutkan percakapan dengan nada datar, “kepada kaisar?” aku menjawab pertanyaannya dengan becandaan pula, “ia, oh ya pak aku pamit dulu ya…”, lalu sambil melangkah hendak meninggalkan mereka. Baru satu dua langkah, dosen itu langsung bertanya lagi, “mau ke mana lagi kamu?” Langkahku terhenti sejenak dan aku balik menjawab pertanyaannya, “Mau menemui kaisar yang lain lagi sekedar meminta hakku….” Sambil terkekek aku pergi meninggalkan mereka dan mereka pun tersenyum mengiringi kepergianku.
            Percakapanku itu sungguh membekas dalam benakku. Seperti itukah pandangan para dosen kepada para pemimpin kampus ini? Ataukah memang sikap para pemimpin kampus ini sudah seperti seorang kaisar? Atau mungkin lebih dari itu, para pemimpin di kampus ini sudah seperti seorang kaisar yang menganggap dirinya Allah?
            Hmm… tapi, siapa orang yang bisa kuajak berbagi semua yang telah aku baca ini? Siapa yang bisa kuajak diskusi mengenai hal ini? Siapakah orangnya? Ada yang bisa menjawab?



Kondis natas pada Mulanya…

Setelah memcat banyak anggota pada kepengurusan 2008, saat itu kami yang tersisa berusaha mencari berbagai bentuk organisasi yang baik untuk natas ke depannya. Banyak diskusi tentang keorganisasian kami lakukan, baik dari segi kulturalnya sampai pada struktur yang baik.

Pada saat PAB 2009, kami bahagia dengan penambahan anggota yang begitu banyak. Kebahagiaan kami bukan tak beralasan. Ada beberapa alasan yang membuat kami merasa bahagia yaitu: pertama, kami menerima 43 Anggota dan merupakan Anggota terbanyak  yang pernah ada di natas saat itu, kedua, sebagian besar dari anggota itu memiliki wawasan yang begitu luas, dan lain sebagainya.
Selain berbahagia, kami juga mengalami sebuah kesulitan yaitu bagaimana cara mengkader teman-teman yang baru ini? Pertanyaan inilah yang akhirnya membuat kami sering berdiskusi, beradu otak. Pada mulanya kami mencapai kata sepekat yaitu tidak ada kesepakatan. Akhirnya kami memutuskan untuk mengkader teman-teman yang baru berdasarkan masing-masing divisi. Untuk wacana umum kita sepakat untuk mengkader berdasarkan cultural.
            Namun pengkaderan secara kultulal seperti apakah yang bisa kami buat untuk teman-teman yang mungkin memiliki wacana lebih kuat dari kami? Pertanyaan ini muncul setiap kami membahas sola pengkaderan terhadap teman-teman. Akhirnya kami mencoba cara pengkaderan wacana sesuai dengan apa yang kita lihat dan alami bersama.
            Akan tetapi, kelemahan dari model pengkaderan ini memiliki beberapa kekurangan yaitu bahwa pemberian wacana itu tidak akanmerata ke semua anggota dan pengembangan wacana itu tidak terstruktur. Karena ada banyak kekurangan dalam diskusi ini, kami akhirnya mencoba mengadakan lagi diskusi rutin dengan membahas tema-tema tertentu yang dipimpinsatu orang. Namun diskusi ini pun hanyab selesai di tatara rencana, tidak dilaksanakan.
            Selain masalah pengkaderan, ada masalah lain lagi yang sangat mendasar dan sangat mengganggu jalannya sebuah organisasi yaitu masalah akademik. Uang kuliah yang makin melambung, jadwal kuliah yang padat membuat dan tumpukan tugas kuliah yang begitu banyak membuat banyak anggota yag pelahan-lahan mulai menghilang dari oraganisasi. Bagi sebagian orang, alasan ini tidak dapat diterima, tapi alasan ini bukan berarti dikesampingkan. Inilah tantangan kita ke depannya! Bagaimanakah kita melawan suatu system pendidikan yang sengaja dibuat untuk membodohkan banyak orang ini?

Evaluasi jalannya organisasi

Pada awal jalannya kepengurusan ini, masing-masing divisi berjalan baik. Rapat-rapat, baik itu dari rapat divisi sampai rapat anggota berjalan sesuai dengan perencanaan. Akan tetapi pada akhirnya pun rapat-rapat ini mulai kendor dan bahkan sampai menghilang ditelan waktu. Hal ini disebabkan karena kurang tegasnya saya sebagai seorang Pemimpin Umum (PU) dalam mengingakat para kepala divisi untuk terus mengadakan rapat.
Selain itu, anggota natas pun mulai mengalami penurunan dalam hal kuantitas. Ada banyak sekali penyebabnya, baik dari segi ketidaknyamanan mereka di natas maupun alasan-alasan akademik. Namun, apapun alasannya, tidak dapat dibenarkan, baik dari segi kenyamanan maupun dari segi akademik. Hal ini dikarenakan yang pertama, kenyamanan itu dibentuk, dan yang membentuknya adalah kita sendiri, kedua, berbicara soal akademik, semua anak natas adalah mahasiswa yang tidak lepas dari sistem akademik itu sendiri. Akademik tidak bisa dijadikan alasan kuat karena itu soal bagaimana kita memenegemen waktu.
Ada beberapa hal lain lagi yang patut kita evaluasi bersama yaitu masalah diskusi yang mulai menurun, menegemen masalah dalam mengadakan suatu acara, dan wacana dalam evaluasi yang selalu tidak berjalan. Mungkin maslah ini perlu dibahas satu per satu.
1.      Diskusi yang mulai menurun.
Diskusi merupakan salah satu cara seorang wartawan untuk memperkuat wacana tentang suatu masalah yang akan ditulisnya. Akan tetapi, saat ini, ruang-ruang diskusi yang ada di natas mulai perlahan ditinggalkan. Orang menjadikan natas sebagai rumah, namun salah mengartikan rumah ala natas. Rumah natas adalah suatu tempat dimana kita bisa merasa nyaman, nyaman setelah kita melihat kenyataan dunia sekitar yang begitu busuk lalu kembali ke rumah dan di sana kita bisa mendapatklan solusi. Namun itu sudah tidak terjadi saat ini. natas saat ini sudah tidak lagi menjadi tempat pelarian kita dari berbagai masalah. Natas sekarang ini malah menjadi tempat sebagian orang untuk bersenang-senang, menghabiskan harinya dengan berbagai hal yang malah meresahkan teman-teman lain. Natas saat ini sudah tidak lagi menjadi ruang bagi teman-teman yang mengalami keresahan setelah disolimi pendidikan di kampus. Akibatnya teman-teman yang mengalami keresahan ini mulai merasa tidak betah lagi berada di rumahnya sendiri.


2.      Menajemen masalah.
Diakui atau tidak, masih banyak dari teman-teman natas sekarang yang belum bisa memenagemen masalah, apalagi saat mengadakan suatu acara. Hal ini menyebabkan banyak sekali kefatalan, baik dari hubungan antar personal maupun dalam hal kinerja. Mungkin masalah ini perlu kita refleksikan bersama dan mencari solusinya untuk menjadikan natas sebuah organisasi mahasiswa yang besar, karena hal-hal yang besar dimulai dari hal-hal yang kecil dan sederhana.
3.      Wacana dalam evaluasi yang selalu berjalan lamban.
Ada banyak sekali wacana yang menurutku bagus dalam suatu evaluasi besar. Akan tetapi, dalam prakteknya, hal ini tidak berjalan dengan baik. Seringkali wacana-wacana ini hanya selesai di tataran konsep.

            Beberapa hal di atas dapat dikatakan merupakan kesalahan saya sebagai PU yang memiliki fungsi sebagai pengontrol organisasi. namun, ini bukan suatu pembelaan diri, saya mengakui itu adalah kekurangan saya.
Dalam perjalanan pun, saya sering mengalami kesulitan dalam membagi tugas dengan baik itu tugas PPMI, maupun tugas saya di natas. Namun, saya berterimakasih pada teman-teman karena tampa control dari saya sebagai seorang PU, tapi berbagai tugas di natas dapat diselesaikan dengan baik. Bagiku, ini sangat membanggakan.

Kesimpulan

Keresahan datang saat kedukaan menyelimuti diriku, mengiris batinku, menempatkan aku pada suatu sudut kelupaan. Tidak hanya hari itu, hampir setiap hari aku harus duduk menyendiri, merenungi masa yang tak kunjung sadar.

Ini kisahku dan beberapa orang teman yang merasa kehilangan akan suatu masa, masa yang penuh dengan keindahan, masa yang penuh dengan canda-tawa di sela diskusi akan suatu fenomena, walau kadang kami harus menapik suatu kemunafikan. Kerinduan akan masa dulu, masa yang hampir menjatidirikan kami, membuat kami bungkam dan diam tampa kata ketika masa itu berubah terbalik diluar yang kami duga.
Ini bukan soal siapa yang benar dan siapa yang salah. Ini bukan soal gengsi. Ini bukan soal siap berhak menuntut siapa? Ini soal bagaimana kita merefleksikan kembali diri kita masin-masing untuk sebuah kebersamaan dan kekeluargaan. Ini soal bagaimana kita berpikir secara dewasa dalam menghadapi dan menyelesaikan sebuah masalah
Mungkin aku bukanlah manusia super yang bisa melakukan banyak hal. Aku hanyalah seorang pemain bola yang bisa bermain di satu lapangan dalam satu waktu.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: