Label

Jumat, 01 Februari 2019

Desa Tulakadi dan Pesan Sebuah Perdamaian


Desa Tulakadi merupakan salah satu desa yang berda di Kecamatan Tasifeto Timur, Kabupaten Belu, Perbatasan RI-RDTL. Desa Tulakadi memiliki jumlah penduduk sebanyak 1160 jiwa dari 290 Kepala Keluarga. Luas wilayahnya 11.95 Kilometer persegi.


Secara administratif, sebelah Timur Desa Tulakadi berbatasan dengan Negara Republik Demokratik Timor Leste. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Silawan. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Sadi sedangkan sebelah Barat berbatasan dengan Desa Kabuna.

95 persen penduduk Desa Tulakadi bermata pencaharian sebagai peternak dan petani. Saat ini, Desa Tulakadi dipimpin oleh seorang kepala desa bernama Cristian Labi Susuk, SE.

Secara etimologis, Tulakadi berasal dari bahasa Tetun, dari dua kata yaitu tula dan kadi. Tula berarti menyimpan dan kadi berarti batu asahan. Jadi Tula kadi berarti menyimpan batu asahan di suatu tempat yang aman atau cukup terhormat.


Ada pepatah romawi yang mengatakan, “siapa yang ingin damai, maka bersiaplah untuk berperang. Pepatah ini ternyata berlaku secara universal, tak terkecuali dengan Indonesia.

Sadar atau tidak, berbagai peralatan diciptakan untuk pertahanan diri dan kelompoknya demi terciptanya sebuah perdamaian. Perdamaian selalu memiliki konotasi dengan perang. Ingat, siapa mau berdamai, maka dia harus siap untuk berperang.

Nama Tulakadi mengandung sebuah arti yang cukup bermakna. Kadi atau batu asahan tampak sangat disepelekan banyak orang. Akan tetapi, dalam mempertahankan sebuah perdamaian, kadi sangat dibutuhkan.

Batu asahan adalah sebuah peralatan dari zaman batu neolitikum yang tersebar merata di seluruh pelosok Nusantara. Kadi masih tetap dipergunakan hingga saat ini untuk mengasah pisau, parang, tombak, pacul, dan lain sebagainya.

Pada zaman dahulu, kadi dipergunakan saat para panglima perang beserta pasukannya hendak berangkat berperang. Sebelum berperang, mereka selalu mengasah parang atau tombak yang akan dipergunakan saat perang. Setelah digunakan, kadi selalu disimpan untuk dipergunakan kembali sewaktu mereka membutuhkannya kembali.

Kendati demikian, tidak dapat dibiaskan bahwa kadi juga dipergunakan untuk keperluan bertani dan berladang seperti mengasah parang, sabit, tajak, linggis, pacul, dan lain sebagainya.

Kehadiran kadi ini juga bisa berarti ancaman perang, perselisihan serta kewaspadaan akan munculnya pertentangan atau perang antara individu atau antar kampung untuk merebut hegemoni atau kekuasaan tertentu.


Karena itu, atas kesepakatan raja-raja, akhirnya batu asahan yang digunakan sebelum perang harus disimpan di tempat pemali agar tidak lagi digunakan orang untuk mengasah parang dan tombak demi keperluan perang. Semuanya itu, demi terciptanya sebuah perdamaian.

Jadi nama primal tempat Tulakadi artinya menyimpan Kadi atau batu asahan purba Neolitik sebenarnya ingin memberikan pesan perdamaian kepada masyarakat desa untuk menghindari aktivitas siap tempur dengan menajamkan benda-benda berbahaya di rumah seperti pedang atau pisau yang mengancam perdamaian dan kesejahteraan bersama.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: