Oleh: Richi Richardus P. Anyan
Berbicara mengenai indepedensi media sama halnya membicarakan kemerdekaan
atau kebebasan media itu sendiri. Suatu media dapat dikatakan independen
apabila segala sesuatu yang berhubungan dengannya (seperti pemberitaan,
kebijakan redaksi dan lain sebagainya) tidak dipengaruhi oleh pihak luar,
seperti pemilik modal, atau pemerintah sekalipun. Seperti apa makna dari
indepedensi itu sendiri dan apakah media-media umum masih independen?
Media umum jelas diperuntukan bagi masyarakat luas. Sejauh ini pengaruh
media massa dalam membentuk wacana masyarakat luas sangatlah besar. Sebagai
contoh, media sangat berperan penting saat mendorong runtuhnya rezim Orde Baru.
Namun di sisi lain, tidak dapat dipungkiri media pula lah yang berperan penting
untuk melanggengkan kekuasaan Orde Baru selama puluhan tahun. Misalnya pada
akhir keruntuhan rezim Orde Baru, _amper semua media memberitakan tentang semua
kejahatan yang dilakukan oleh rezim ini dan berita yang sedang terjadi. Akan
tetapi pada masa kejayaannya rezim Orde Baru, media tidak berani memberitakan
tentang kejahatan yang dilalkukan seperti kasus Santa Crus, penangkapan
aktivis-aktivis dan lain sebagainya. Di sini, dapat kita lihat betapa besar
pengaruh media dalam membentuk wacana publik.
Pengaruh media dalam membentuk wacana _amper haruslah independen dan
pemberitaan yang disampaikan haruslah benar-benar obyektif. Akan tetapi sejak
runtuhnya rezim Orde Baru hingga saat ini, hamper semua media massa belum
mengalami kemerdekaan. Akibatnya, terjadi ketidaksesuaian antara fakta dan
pemberitaan. Hal ini disebabkan oleh pengaruh pemilik modal. Salah satu contoh
pengaruh pemilik modal dan penguasa yaitu media Kompas memiliki kebijakan
redaksi yaitu kepiting. Mereka berani mengungkapkan suatu fakta, akan tetapi
ketika ada lampu merah maka mereka tidak akan memberitakan lagi hal itu.
Dari sini timbul pertanyaan yang muncul dari ketakutan banyak orang yaitu
masih adakah media yang independen? Jawabannya masih. Kalau di media-media
umum, ada beberapa media yang bisa dikatakan indepeden namun yang paling banyak
menunjukan keindependennya kendatipun sumber dana utamanya adalah pihak
rektorat kampus. Akan tetapi pihak rektorat kampus sampai saat ini sudah sangat
demokratis dalam mencampuri urusan baik dari segi organisasi maupun dari segi
keredaksian pers mahasiswa itu sendiri.
Alhasil, sampai saat ini pers mahasiswa masih tetap eksis dalam
mempertahankan idealismenya, baik dalam hal penulisan maupun dalam ranah
gerakan. Misalnya ketika runtuhnya rezim Orde Baru. Saat itu pers mahasiswa
sebagai media alternative yang paling banyak ditunggu oleh masyarakat pada
umumnya. Pers mahasiswa sangat langtang dan berani mengungkapkan segala dosa
rezim Orde Baru sebaliknya, pers umum masih sangat takut memberberkan segala
fakta kejahatan rezim Orde Baru. Itulah sebabnya pada saat itu pers mahasiswa
sebagai suatu pers alternative sangat ditunggu kehadirannya. Setelah runtuhnya
Orde Baru, hingga saat ini pers mahasiswa masih terus menunjukan taringnya
untuk mengarahkan mahasiswa tetap berpikir kritis dengan menampilkan berbagai
wacana seputar kampus untuk didiskusikan oleh mahasiswa. Pers mahasiswa juga
sering mengangkat tentang kehidupan masyarakat kecil dan masalah-masalah yang
jarang diberitakan oleh pers umum. Pers mahasiswa lah yang masih terus
meniupkan angin segar independensi media.
Berkaitan dengan independensi media pada umumnya, sudah saatnya media-media
umum harus banyak belajar dari pers mahasiswa dalam hal independensi media itu
sendiri. Media-media umum saat ini, banyak terpengaruh oleh pemilik modal baik
dalam keorganisasian maupun dalam keredaksian. Pers umum sudah saatnya berani
mengungkapkan kebenaran yang terjadi di tengah masyarakat. Sudah saatnya pers
umum berani untuk tidak malu kembali belajar tentang idependensi dari pers
mahasiswa agar kemerdekaan per situ bisa dideklarasi dan dirasakan oleh
masyarakat luas.
(Dimuat pada
bulletin LPM Ekspresi UNY)