Label

Sabtu, 18 Februari 2012

PPMI Setetes Tinta Printer

Oleh: Richi Richardus P. Anyan
“Tidak hanya tuan-tuan yang bersuara di sini, tapi mereka pun patut disuarakan” Raden Mas Djokokusumo Tirto Adhi Soerjo.

Pers Mahasiswa telah banyak mengukir sejarah Bangsa Indonesia. Pada tahun 1920-an, Hatta bersama beberapa orang mahasiswa Indonesia yang berada di Belanda mencoba membuat suatu Lembaga Pers Mahasiswa. Tujuannya adalah menyuarakan suara-suara sumbang Rakyat Indonesia kepada Dunia Internasional demi kemerdekaan seperti yang dicita-citakan oleh rakyat Indonesia saat itu.
Selain itu, Raden Mas Djokokusumo Tirto Adhi Soerjo mencoba mendirikan sebuah Koran Nasiona guna menyurakan suara rakyat pribumi di Indonesia. Medan Prijaji namanya.
Pada suatu pertemuan dengan Sang Tuan Kolonial Belanda, Tirto pernah mengatakan secara tegas kepada mereka kalau media itu harus berpihak pada pembacanya dan mampu menyuarakan hak-hak yang harus didapatkan oleh pembacanya. “Tidak hanya tuan-tuan yang bersuara di sini, tapi mereka pun patut disuarakan”.
Setelah kemerdekaan bangsa Indonesia, Pers mahasiswa pun masih memiliki idealism yang sama dengan para pendahulunya. Pers mahasiswa yang ikut dalam memperjuangkan nilai keadilan dan kemanusiaan bangsa ini beberapa kali coba melawan dengan keras keadilan yang dibuat oleh sistem. Seperti apakah semuanya itu? Bagaimana peran persma saat itu hingga saat ini?

IPMI Mati-matian
Persma terus bergerak, berdetak, dan bernapas tiada henti untuk menyuarakan amanat penderitaan rakyat. Pasca kemerdekaan arah gerak juang persma berubah dalam mengawal kebijakan pemerintah negeri ini. Bersama organisasi mahasiswa lainnya, persma kala itu berusaha melawan interfensi pemerintah yang berusaha menanamkan idiologi Manifesto Politik Undang-Undang Dasar '45, Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin dan Kepribadian Indonesia (MANIPOL USDEK).
Hal tersebut malah memunculkan suatu hasrat dari berbagai Lembaga Pers Mahasiswa untuk meningkatkan kualitasnya, baik dari sisi redaksional maupun sisi perusahaan. Atas inisiatif Majalah Gama, diadakan konferensi I bagi Pers Mahasiwa Indonesia. Konferensi menghasilkan dua organisasi yaitu Ikatan Wartawan Mahasiswa Indonesia (IWMI yang ketuanya T. Yacob) dan Serikat Pers Mahasiswa Indonesia (SPMI yang ketuanya adalah Nugroho Notosusanto). Kemudian Tanggal 16-19 Juli 1958 dilaksanakan konperensi Pers Mahasiswa ke II yang menghasilkan peleburan IWMI dan SPMI menjadi IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) karena anggapan perbedaan antara kegiatan perusahaan pers mahasiswa dan dan kegiatan kewartawanan sulit dibedakan dan dipisahkan.
Hingga pada akhirnya era soekarno berakhir dengan ditandai hancurnya PKI dan dimulainya rezim orde baru. Tidak jauh berbeda dengan pendahulunya yang otoritarian dan mengekang, orde baru dengan NKK/BKK-nya berusaha membungkam arah gerak mahasiswa. Namun hal itu tidak berhasil membunuh idealisme mahasiswa kita saat itu. Dengan citra berani, keras dan independent, persma, saat orde baru mencapai puncak kejayaannya. Memberitakan kebusukan birokrat-birokrat korup dan membela aspirasi rakyat secara frontal, akhirnya membuat persma kala itu dibredel seluruhnya.
Namun perlawanan penggiat pers mahasiswa saat itu tidak berhenti, melalui pamflet dan selebaran-selebaran "bawah tanah". Mereka berusaha melawan kebijakan otoriter pemerintah hingga pecahlah peristiwa "Malapetaka Lima Belas Januari" (MALARI). Dengan alasan menormalkan kehidupan mahasiswa untuk belajar dan kuliah. Pemerintah melakukan tindakan rerpresif dan menekan semua oramawa (persma khususnya). Terjadi ketakutan atas idealisme mahasiswa yang terbukti mampu bergerak bersama rakyat menggulingkan PKI.
Paska peristiwa MALARI (Malapetaka Lima Belas Januari 1974) bisa dikatakan pemerintah mulai melakukan pendekatan represif terhadap setiap aktivitas kritis kampus. Pada kelembagaan mahasiswa, melalui NKK-BKK terjadi strukturisasi. Kondisi demikian menyulut aksi-aksi protes mahasiswa sepanjang tahun 1974-1978, yang diantaranya juga dilakukan oleh Dewan Mahasiswa. Melalui berbagai pamflet-pamflet, ataupun media mahasiswa yang diterbitkan oleh dema saat itu, kecaman-kecaman, kritik, kontrol terhadap setiap kebijakan pembangunan di awal orde baru mulai dilancarkan. Namun lewat kebijakan berikutnya, penguasa orde baru dengan aliansi militer dan sipilnya telah sedemikian rupa contohnya melalui surat yang diturunkan Pangkopkamtib ketika itu (1978), Dema sebagai salah satu kekuatan lembaga kemahasiswaan saat itu kemudian dibubarkan, menyusul kemudian de-ormasisasi kelembagaan mahasiswa baik di tingkat intra kampus maupun ekstra kampus melalui KNPI-nya, maka praktis aktivitas mahasiswa dibungkam satu persatu.
Di sisi lain, pers mahasiswa yang telah lama juga menjadi salah satu alat perjuangan mahasiswa meneriakkna aspirasi dan memainkan peran kontrol sosialnya juga dibungkam. IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia, berdiri tahun 1955) yang menjadi satu-satunya wadah nasional pers mahasiswa Indonesia dan sempat menjadi motor gerakan mahasiswa juga secara perlahan mulai dimatikan . Hingga eksistensi organisasi ini akhirnya mulai padam menjelang pertengahan thun 1982. Praktis beberapa elemen kekuatan mahasiswa yang diantaranya termasuk pers mahasiswa mengalami kelesuan dan kemandegan.
Di awal era menjelang tahun 90-an, munculnya kelompok studi dan forum-forum diskusi mahasiswa ataupun lembaga swadaya kemasyarakatan (LSM) baik yang didirikan oleh para aktivis mahasiswa ataupun pemuda yang prihatin terhadap kondisi lingkungan, mulai menjamur di berbagai daerah sebagai sebuah solusi terhadap kebekuan aktivitas kritis kampus ataupun aktivitas peduli lainnya. Mahasiswa mulai mendefinisikan politik yang terus berkembang seiring dengan menguatnya konsolidasi orde baru.
Demikian juga yang terjadi dalam aktivitas pers mahasiswa. Aktivitas-aktivitas penerbitan dan beberapa forum pelatihan dan pendidikan jurnalistik di tahun 1986-1989 mulai marak diadakan oleh beberapa perguruan tinggi dalam rangka menghidupkan kembali dinamika intelektual kampus. Dari sekian forum-forum pelatihan jurnalistik mahasiswa tersebut, tersirat tentang sebuah keinginan akan sebuah wadah bagi tempat sharing (tukar menukar pengalaman) para pegiat pers  mahasiswa dalam rangka untuk meningkatkan mutu penerbitan mahasiswa sendiri maupun untuk menjawab persoalan-persoalan yang dihadapi pers mahasiswa. Maka mulai tahun 1986, forum-forum pertemuan para pegiat/aktivis pers mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi mulai marak terjadi. Tak pelak lagi gelombang aspirasi dan akumulasi persoalan yang digagas oleh para aktivis pers mahasiswa mulai muncul dan mewarnai berbagai forum pertemuan aktivis pers mahasiswa .
Namun ada beberapa hal yang terepenting dari berbagai forum pers mahasiswa tersebut, yang sekiranya dari penelusuran data-data di bawah ini dapat menjadi catatan sebagi sebuah refleksi dan pemahaman lebih lanjut. Tetapi hal ini bukan sekedar "romantisme belaka" yang hendak kita capai dalam penelusuran secara historis fase-fase perkembangannya. Peranan pers mahasiswa dalam kancah pembaharuan bidang politik tentunya mempunyai dimensi sosial tersendiri. Yang terkadang terlupakan dalam arah sejarah negeri ini. Guratan visi dan misinya yang mengandung penegasan sikap mahasiswa sebagai salah satu elemen masyarakat di negeri ini, yang secara sosial terdidik dalam lingkungan inteletual kampus, yang diharapkan mampu peka terhadap perkembangan sosial di tubuh masyarakat dan negara. Dan melalui pers mahasiswa, sebagai salah satu media perjuangan mahasiswa yang menyampaikan suara dan nuraninya, kepekaan sosial mampu ditumbuhkan dan simultan dengan fenomena yang terjadi di negeri ini.
Semenjak kebekuan IPMI (Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia) di tahun 1982, praktis aktivitas penerbitan mahasiswa tidak banyak muncul. Namun kegiatan-kegiatan off print seperti halnya pelatihan dan pendidikan jurnalistik mahasiswa ataupun diskusi masih bisa dilakukan oleh beberapa perguruan tinggi. Momentumnya adalah menjelang tahun 1986 aktivitas-aktivitas ini mulai marak dilakukan dengan skala yang lebih luas, mempertemukan pegiat-pegiat pers mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi. Sebagai sebuah akumulasi, persoalan-persoalan yang dibahas dan dipecahkan oleh para pegiat pers mahasiswa yang sering bertemu dalam forum-forum tersebut, tercetus keinginan untuk kembali mengkonsolidasikan potensi kekuatan pers mahasiswa di berbagai daerah dalam mendorong bangkitnya aktivitas pers mahasiswa, serta mendefinisikandan menegaskan kembali peranan yang harus dipegang pers mahasiswa dalam menghayati persoalan-persoalan yang dihadapi kontekstual dengan fenomena sosial yang berkembang.
IPMI kemudian mengalami stagnan akibat tindakan pemerintah yang kala itu sangat represif dengan isu "subversif", pemerintah banyank membredel LPM-LPM yang ada. Yang kemudian kehilangan arah gerak dan tujuannya. Persma kala itu bergerak secara parsial dan hanya berkumpul dalam forum-forum komunikasi saja. Tidak ada masifikasi gerakan yang jelas dan terarah. Hingga pada akhirnya Sarasehan Pers Mahasiswa Indonesia di Purwokerto, 19 - 22 September 1988 di Universitas Jenderal Soedirman (disebut : Pra kongres IPMI VI). Hasil penting dari sarasehan ini berupa DEKLARASI BATU RADEN, yang diantaranya ditandatangani oleh 18 wakil aktivis pers mahasiswa kota yang hadir. Deklarasi berbunyi :
" Sadar bahwa demokrasi, keadilan dan kebenaran yang hakiki merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang harus selalu diupayakan secara berkesinambungan oleh seluruh komponennya yang bertanggungjawab dan sebagai salah satu komponennya bertanggungjawab dan memperjuangkan cita-cita tersebut secara kritis, konstruktif dan independen. Dengan didorong semangat kebersamaan, dan disorong oleh keinginan luhur untuk melestarikan dan mengembangkan pers mahasiswa di Indonesia, maka seluruh aktivis pers mahasiswa menyatakan perlu dihidupkannya kembali wadah nasioal yang bernama Ikatan Pers Mahasiswa Idonesia (IPMI)".
Dari Pers Mahasiswa Menuju PPMI (Bukan Sebuah Romantisme)
Setelah "Vacum" akibat pembredelan sebagai buntut peristiwa Malari, 15 januari 1974 dan strukturisasi kelembagaan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi melalui NKK/BKK. Pers mahasiswa (persma) pasca 1980-an kembali. Ditandai dengan terbitnya berbagai media mahasiswa misalnya, Balairung -UGM- 1985, Solidaritas Universitas Nasional Jakarta - 1986, Skletsa Universitas Jenderal Soedirman 1988, Pendapa Universitas Sarjana Wiyata taman Siswa 1988, Akademika Universitas Udayana 1983, dan lain-lainnya, usaha-usaha untuk menata kembali jaringan komunikasi dan penggalangan komitmen pers mahasiswa mulai dirintis.
Usaha-usaha itu meliputi :
-          Pendidikan Pers Mahasiswa se- Indonesia : tanggal 27-29 Agustus 1987 diselenggarakan oleh majalah Balairung, tercetus ide untuk kembali mewujudkan wadah pers mahasiswa . Juga terbentuk poros Yogya-Jakarta sebagai koordinator menuju kongres yang dimandatkan kepada Rizal Pahlevi Nasution (Universitas Moestopo) Abdulhamid Dipopramono (UGM)
-          Pertemuan dengan mantan aktivis IPMI/Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (diantaranya Adi Sasono, Makmur Makka, Wirakrama Abidin, Ina Mariani, Masmiar Mangiang, Razak Manan) tanggal 19-22 September 1987 di Jakarta. Hasil dari pertemuan ini dibentuk panitia ad-hoc konsolidasi pers mahasiswa yang terdiri dari : Rizal Pahlevi Nasution, Imran Zein Rollas, M Imam Azis dan Abdulhamid Dipopramono. Disepakati untuk melakukan sosialisasi ide kelembagaan pers mahasiswa tingkat nasional.
-          Sarasehan pengelola Pers Pahasiswa Indonesia di Kaliurang- Yogyakarta tanggal 11-13 Oktober 1987 oleh lembaga pers mahsiswa Universitas Nasional.
-          Pekan Orientasi  Jurnalistik Mahasiswa Nasioanl II di Jakarta, tanggal 17 - 27 Oktober 1988 oleh Lembaga Pers Mahasiswa Universitas Nasional
-          Sarasehan Pers Mahasiswa Nasional di Bandar Lampung tanggal 26 - 27 Maret 1987 diselenggarakan oleh SKM Teknokra Universitas lampung.
-          Orientasi Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa di jakarta tanggal 21 - 28 Mei 1988 oleh fakultas sastra Universitas Indonesia
-          Sarasehan Aktivis Pers Mahasiswa IAIN se-Indonesia di Yogyakarta tanggal 11 - 12 April 1988 oleh IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta.
-          Purwokerto Informal Meeting di Purwokerto, tanggal 6 - 7 Agustus 1988 oleh SKM Sketsa Universitas Jenderal Sudirman.
-          Pertemuan dengan IPMI pusat di Jakarta, 10 Agustus 1988 oleh tim kerja persiapan kongres.
-          Latihan Keterampilan Pers Mahasiswa tingkat pembinan se-Indonesia di Yogyakarta, tanggal 28 Agustus - 1 September 1988
-          Panel diskusi Sarasehan Pers Mahasiswa Indonesia di Purwokerto, 19 - 22 September 1988 di Universitas Jenderal Sudirman (disebur : Pra kongres IPMI VI). Hasil penting dari sarasehan ini berupa DEKLARASI BATU RADEN, yang diantaranya ditandatangani oleh 18 wakil aktivis pers mahasiswa kota yang hadir. Deklarasi berbunyi : "Sadar bahwa demokrasi, keadilan dan kebenaran yang hakiki merupakan cita-cita bangsa Indonesia yang harus selalu diupayakan secara berkesinambungan oleh seluruh komponennya yang bertanggungjawab dan sebagai salah satu komponennya yang bertangungjawabdan sebagai salah satu komponennya bertanggungjawab dan memperjuangkan cita-cita tersebut secara kritis, konstruktif dan independen. Dengan didorong semangat kebersamaan, dan disorong oleh keinginan luhur untuk melestarikan dan mengembangkan pers mahasiswa menyatakan perlu dihidupkannya kembali wadah nasional yang bernama Ikatan Pers Mahasiswa Indonesia (IPMI)". 
      Juga disepakati untuk menyelenggarakan Kongres IPMI ke VI di Bandar Lampung tanggal 15-18 Februari 1989.
-          Kongres IPMI ke VI di Bandar Lampung, 15 - 18 Februari 1989. Kegiatan ini gagal karena :
      Pertama, legalitas pelaksanaan kongres tidak turun
      Kedua, kondisi daerah Bandar Lampung muncul peristiwa GPK Warsidi
      Ketiga, terdapat perbedaan persepsi tentang persma di kalangan aktivis persma.
-          Training Pers Mahasiswa se-Indonesia di kaliurang, 6 - 10 januari 1990 oleh Majalah Himmah Universitas Islam Indonesia Yogyakarta
-          Balairung kembali mengadakan Pendidikan dan Latihan Jurnalistik Tingkat Lanjut di UGM, 24 - 29 September 1990
-          Selama tahun 1990, juga dilaksanakan Temu Aktivis Persma di Pabelan - UMS dan Universitas Jember
-          Pendidikan Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Pembina dan Temu Aktivis Penerbitan Mahasiswa, tanggal 3 - 9 Februari 1991 oleh balairung UGM. Kegiatan ini menghasilkan keputusan :
1.      Menerima tanpa catatan semua hasil rumusan komisi I dan II Temu Aktivis Persma se-Indonesia
2.      Pembentukan Panitia ad-hoc yang bertugas forum pertemuan berikutnya sebagai tindak lanjut butir I Panitia Ad hoc secara otomatis menjadi Steering Comitee (SC).
3.      Panitia Ad hoc (SC) Pra Kongres terdiri atas Koordinator : Tri Suparyanto, Pendapa-Tamansiswa Sarjanawiyata (delegasi DIY) Wakil : Okky Satrio, Komentar - Univ. Mustopo (Delegasi DKI Jakarta) Anggota: Zainul aryadi, Kreatif - IKIP Medan (Delegasi Lampung, Jambi, Sulsel, dan Bengkulu), Tugas Supriyanto, Isola Pos - IKIP Bandung (Delegasi Jabar), Adi Nugroho, Manunggal Univ. Diponogora (Delegasi Jawa Tengah), Heyder Affan - Mimbar Univ. Brawijaya (Delegasi Jatim), I Gusti Putu Artha, Akademika - Univ. Udayana ( Delegasi Bali, NTB, NTT, dan Timor-Timur), Mulawarman, Identitas - Univ. Hasanudin (Delegasi Sulsel, Sulteng, Sultra, Sulut) Alimun Hakim, Kinday- Univ. Lambung Mangkurat (Delegasi Kalsel, Kalteng, Kaltim) Rh. Siahainena, Unpati Univ. Patimura (Delegasi Maluku dan Irja).
4.      Hasil raat terbatas SC / Panitia Ad Hoc, menetapkan IKIP Bandung penyelenggara Pra Kongres, dan sebagao alternatif kedua Univ. Udayana.
-          Rapat Konsolidasi Terbatas SC di IKIP Bandung tanggal 22 maret 1991. Hasil pra kongres Persma se Indonesia diselenggarakan di IKIP Bandung.
-          Sarasehan Penerbitan Mahasiswa Indonesia di IKIP BandUng, Tanggal 8-10 juli 1991 dibatalkan setelah peserta tiba di Bandung, pembatalan dilakukan oleh Dirjen Dikti. Tetepi pertemuan sempat berjalan dan menghasilkan beberapa keputusan yan sampai ditingkat komisi :
Komisi I : Menghasilkan rencana Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia
      Komisi II : Membahas tentang program kerja
      Komisi III : Memeutuskan tanggapan terhadap surat Dirmawa no 574/D5.5/U/1991
-          Latihan Keterampilan Penerbitan Kampus Mahasiswa tingkat Pembina se-Indonesia tahun 1991 di Bandar Lampung Universitas lampung, tanggal 19-23 Nopember 1991. hasil yang penting : Mendesak SC yang terbentuk di Wanagama untuk melaksanakan pertemuan bagi terbentuknya wadah penerbitan kampus mahasiswa sesegera mungkin. Jika tuntutan tidak terpenuhi maka, pertama , SC harus mempertanggungjawabkan tugas yang telah dimandatkan kepada seluruh aktivis penerbitan kampus se Indonesia. Kedua, SC harus menyerahkan mandat yang ada kepada aktivis penerbitan kampus se-Indonesia.
-          Sarasehan penerbitan mahasiswa Indonesia di Universitas Gajayana tanggal 20 Desember 1991. Hasilnya, diantaranya, rancangan program kerja PPMI. Selama 10 bulan SC terus mengadakan konsolidasi dan sosialisasi dan usaha-usaha pertemuan tingkat nasional. Muncul kemudian beberapa forum komunikasi, diantaranya PPMY (Perhimpunan Pers Mahasiswa Yogyakarta), FKPMM (Forum Komunikasi Pers Mahasiswa Malang), dan Ujung pandang juga terbentuk.
-          Setelah melewati proses panjang dan negoisasi, perjalanan keliling Jawa oleh pegiat persma Malang, akhirnya dapat diselenggarakan lokakarya penerbitan mahasiswa se-Indonesia di Malang. Sehari sebelumnya, 14 Oktober 1992 diselenggarakan pertemuan SC di Malang. Hasilnya:
1.      Menyepakati dan menyetujui dibentuk wadah tingkat nasional bernama PPMI
2.      Kongres I akan diselenggarakan di kota-kota dengan alternatif : Palu, Semarang, Jogja, Mataram, Denpasar dan Banjarmasin.
3.      Hasil-hasil lokakarya Persma se-Indonesia segera dilaporkan secepat mungkin untuk kelancaran Kongres.
4.      Panitia Lokakarya, SC nasional dan panitia kongres segera dilaporkan secepat mungkin untuk kelancaran kongres.
Hasil-hasil Lokakrya Penerbitan Mahasiswa Se-Indonesia :
  1. Menyepakti terbentuknya wadah tingkat nasional yang bernama "Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia" yang disingkat PPMI tanggal 15 Oktober 1992 pukul 16.29 WIB yang disahkan pada sidang Pleno 17 Oktober 1992
  2. Menerima hasil rumusan sidang komisi I LPMI (lokakarya Penerbit Mahasiswa Indonesia) yang membahas AD/ART PPMI
  3. Menerima rumusan hasil sidang Komisi II LPMI yang membahas program kerja PPMI.
  4. Menerima hasil sidang komisi III LPMI yang membahas kurikulum pendidikan dan latihan (Diklat) Jurnalistik Mahasiswa.
  5. Menerima hasil-hasil sidang komisi IV membahas pertemuan lanjutan PPMI. Kota yang dijadikan tempat penyelenggaraan berdasarkan prioritas adalah :
    1. Denpasar-Bali
    2. Semarang- Jawa Tengah
    3. Banjarmasin- Kalimantan Selatan
    4. Yogyakarta- DIY
    5. Palu- Sulawesi Utara
    6. Jakarta-DKI Jakarta
    7. Dili- Timor-timur

            Kongres I yang sekiranya dilaksakan pada bulan April - Mei 1993, maka untuk mempersiapkan kongres tersebut dibentuk panitia ad hoc yang bertindak sebagai SC Kongres I, yakni :
Koordinator : Tri Suparyanto-Pendapa-UNIv. Sarjanawiyata Tamansiswa (Delegasi DIY)
Anggota  :
-          Tugas Suparyanto/Isola Pos/IKIP Bandung- delegasi Jabar
-          Arif Adi Kuswardono/Manunggal/Undip-delegasi Jateng
-          Wignyo Adiyoso/Ketawang Gede/Unibraw-delegasi Jatim
-          Oki Satrio /Komentas/ Univ Moestopo-delegasi Jakarta
-          Aldrin Jaya Hirpathano/Tekhnokra/Unila-delegasi Sumbagsel
-          I Wayan Ananta Widjaya/Akademika/Unud-delegasi Bali, NTT,NTB, Timortimur
-          M. Ridha Saleh/Format/Univ Tadulako-delegasi Sulawesi
-          Alimun Hakim/Kinday/Univ. Lambung Mangkurat-delegasi Kalimantan
-          Yon Saukotta/Unpati/Univ. Patimura-delegasi Maluku dan Irian Jaya.

Langkah selanjutnya adalah pelaksanaan kongres I untuk menentukan draft langkah Perhimpunan Penerbitan Mahasiswa Indonesia.
Sumber : Akademika, no 13 th X/Desember 1992-Januari 1993

Menuju Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia
Lokakarya Penerbitan mahasiswa se-Indonesia di Malang telah menorehkan pena emas bagi perjalanan ke depan aktivitas pers mahasiswa di Indonesia. Terutama telah disepakatinya sebuah organ baru-wadah pers mahasiswa Indonesia yaitu Perhimpunan Penerbit Mahasiswa Indonesia (PPMI). Sebuah wadah alternatif dan bukan satu-satunya wadah pers mahasiswa di Indonesia diharapkan mampu mengakomodir dan meyikapi setiap persoalan dan perkembangan yang menyangkut kehidupan persma dan masyarakat pada umumnya. Sebuah sandaran bagi pemupukan arah gerakan persma yang juga diharapkan mampu merespon fenomena sosial politik yang berkembang serta menegaskan sikap sebagai bagian dario elemen gerakan mahasiswa pada umumunya. Beberapa pandangan dan harapan ditumpukkan pada organisasi ini untuk memperteguh visi dan misi gerakan persma di Indonesia.
Perkembangan yang terjadi di era 80-an hingga 90-an, ditandai dengan maraknya kemunculan penerbitan mahasiswa di berbagai perguruan tinggi. hal ini seiring dengan laju perkembangan sosial kontemporer pada dimensi masyarakat di Indonesia. Namun diantara kemajuan tersebut, ternyata disisi lain nampak terdapat kehidupan yang memprihatinkan. Banyak kesenjangan yang terjadi di tubuh masyarakat. Pengaruh strukturalisasi yang represif orde baru dengan ideologi pembangunannya di berbagai bidang telah menciptakan sebagian besar masyarakat yang tidak peduli terhadap perkembangan sosialnya. Sementara itu penguasa orde baru dengan kekeuatan militeristiknya semakin kokoh melakukan konsolidasi kekuasaannya. Mahasiswa sebagai salah satu tumpuan harapan bangsa yang terdiri dalam manusia intelektual kampus dan mempunyai potensi kritis diharapkan mampu berfikir obyektif intelektual hendaklah peka dalam merespon segala ketimpangan-ketimpangan yang terjadi pada masyarakat, serta menyikapi berbagai kebijakan negara yang telah membuat berbagai kesenjangan yang terjadi. Tatanan demokratis harus ditegakkan dan diupayakan melalui transformasi sosial yang sinergis dengan wacana demokratisasi berkehidupan.

Dalam tujuan pendirian PPMI, dua tekanan yang hendak dicapai adalah :
Pertama, mewujudkan cita-cita proklamasi kemerdekaan Indonesia seperti yang dimaksud dalam pembukaan UUD 45.
Kedua, membina daya upaya perhimpunan untuk turut mengarahkan pandangan umum di kalangan mahasiswa dengan berorientasi kemasyarakatan dan bertanggung jawab kepada Tuhan YME.
Persma bukanlah sama dengan pers umum yang mengcover berita-berita yang bersifat informatif saja, namun persma diharapkan mampu mengkaji permasalahan sosial yang diberitakan dengan analisis keilmuan dan kemasyarakatan secara kritis akademis serta obyektif. Persma harus berani memberikan fakta yang benar dan jujur kepada masyarakat dengan tidak meninggalkan nilai-nilai humanitas yang harus tetap dipegangnya. Beberapa pandangan dari para perintis PPMI menginginkan bahwa PPMI diharapkan mampu mendorong tercapainya persma yang simultan dengan fungsi mahasiswa (sebagai intelektual yang kritis, obyektif, terbuka dan etis). Kemudia untuk mensosialisasikan format gerakan dalam perhimpunan ini, PPMI dalam kinerjanya hendaknya ters menerus melakukan konsolidasi ke tiap-tiap penerbitan pers mahasiswa di berbagai daerah. Hal ini tentunya memerlukan waktu dan tenaga yang panjang dan merupakan tantangan yang tidak ringan untuk diselesaikan PPMI dalam waktu singkat dan membutuhkan partisipasi dari pegiat PPMI dalam mengupayakannya.

KONGRES PERHIMPUNAN PENERBIT MAHASISWA INDONESIA I
Tak pelak sudah, fase-fase yang berliku telah dilalui, konsolidasi, sosialisasi, perdebatan dan perumusan berbagai format kelembagaan persma akhirnya telah sampai pada titik kulminasi-pertemuan aktivis persma akhirnya telah berhasil membuahkan suatu tekad untuk berjuang bersama dalam suatu integralitas gerakan yang membuahkan deklarasi Kaliurang dan terbentuknya kepengurusan Perhimpunan Penerbit Mahasiswa pada kongres I PPMI-September 1993. Rommy Fibri dari UGM akhirnya terpilih menjadi sekjend PPMI (yang pertama) untuk mengemban amanat sosialisasi organisasi lebih lanjut. Sebuah perjalanan kedepan yang tentunya akan menghadapi sekian persoalan yang tidak ringan untuk diselesikan. Fenomena politik yang tidak menentu banyaknya pembredelan terhadap pers Indonesia tak terkecuali persma, menjadi agenda yang senantiasa harus direpon PPMI untuk melakukan advokasi. Selain itu PPMI sebagai wadah alternatif diharapkan mampu memberikan dorongan terhadap pertumbuhan pers-pers kampus mahasiswa di berbagai wilayah yang belum tersentuh sosialisasi PPMI. Tercatat beberapa nama presidium / mediator PPMI yang diberikan amanah untuk mengembangkan tugas pertama melakukan sosialisasi PPMI ke berbagai wilayah diantaranya :

Presidium / Mediator Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI)
Periode I 1993-1995

Sekretaris Jenderal                  : Rommy Fibri (Dentisia-FKG UGM)
Mediator DKI Jakarta              : E.S - Tyas A Zain
Mediator Jawa Barat                : Andreas "Item" Ambar
Presidium Jawa Tengah           : Hasan Aoni Aziz(SKM Amanat IAIN WaliSongo Semarang)
Mediator Kalimantan barat      : Nur Iskandar (Mimbar Untan- Univ. Tanjung Pura)
Presidium Jawa Timur : Asep Wahyu SP (UAPKM - MM Ketawang Gede- Unibraw Malang)
Presidium wilayah Bali            : I Gede Budana (PKM AKADEMIKA Unud Bali)
Mediator Sulawesi, Maluku
Dan Indonesia Timur               : M Hasyim

Presidium / Mediator PPMI periode II 1995-1997
Sekretaris Jenderal                   : Dwidjo Utomo Maksum (UKPKM-Tegalboto  Universitas Jember)
Presidium Lampung                 : M. Ridwan
Presidium Jawa Timur : Ahmad Amrullah- LPM Ecpose FE-Unej
Presidium Bali                         : I Made Sarjana - PKM Akademika Unud
Presidium Sulawesi Selatan      : Arqam Azikin - Univ. Hasanudin
Presidium Sulawesi tengah       : M. Iqbal - Univ Tadulako
Presidium Sulawesi Tenggara   : Muhrim Bay
Presidium Yogyakarta              : Anton Yuliandri - Himmah UII
Mediator Jawa Tengah : Nana Rukamana - Univ. Jenderal Soedirman Purwokerto
                                                  Wawasan
Mediatoe Jawa Barat                : Dewan Kota Bandung
Mediator kalimantan Barat       : Syafarudin Usman

Presidium / Mediator PPMI
Periode III 1997-1998

Sekretaris Jenderal                   : Eka Satria Laksmana - tabloid Jumpa UPM Unpas Bandung
Mediator Jawa Timur               : Dwi Munthaha - UKPM Univ Merdeka Malang
Mediator Yogyakarta               : Ade (Gema Intan)
Presidium Sumatera Selatan     : Komariah (IAIN Raden Fatah Palembang)
Presidium Sulawesi Selatan      : Suparno (Catatan Kaki - Univ Hasanudin Ujungpandang)

Presidium / Mediator PPMI
Periode IV 1998-2000

Sekretaris Jenderal                   :   Edi Sutopo - Ekspresi BPKM IKIP Yogyakarta
Presidium Jawa Timur             : M. Abdul Kholik - Ar Risalah IAIN Sunan Ampel Surabaya

PPMI paskah ‘98
Paska ’98, persma sedang menerapkan paradigma baru dalam gerakannya. Oleh karena itu, seyogyanya persma tidak lagi hanya melakukan pendekatan-pendekatan yang romantis. Transformasi kebudayaan lewat media audiovisual berkembang dengan pesat. Seharusnya persma melihat itu sebagai lahan perjuangan. Kebetulan hingga kini masih belum ada pers yang memiliki ruh perjuangan yang jelas yang masuk ke dalamnya. Ketika hal itu sudah terjadi, maka pertempuran-pertempuran kecil sudah dimulai.
Menurut saya, pentinglah dari sekarang memahami dan menerawang jauh ke depan, misalnya 20 tahun dari sekarang. Pada saat itu pasti akan terjadi suatu pembenturan di dunia. Kalau kemarin kita ketahui benturan yang terjadi adalah lewat benturan ekonomi, lalu militer bahkan ideologi. Walaupun ternyata belum selesai lewat ideologi sehingga tercipta pembagian kiri-kanan, barat-timur. Sehingga sekarang perlu bagi kita untuk memprediksikan lewat apa benturan yang akan terjadi pada 20 tahun kedepan. Saat ini bukan lagi saatnya kita memikirkan kejadian kekinian karena itu hanyalah sebuah pendangkalan pikir.
Hal yang perlu kita lakukan sekarang adalah bagaimana melakukan resistensi lewat persma. Misalkan saja ketika bicara tentang rakyat, tampaknya mahasiswa sangat semangat. Tapi selama dia masih menjadi mahasiswa, itu masih sebatas wacana. Realitasnya sebenarnya baru akan muncul ketika mahasiswa telah lulus dan terjun di masyarakat, dan sering kali mereka tidak setia lagi dengan ideologi mereka semula. Contonya sekarang banyak aktivis mahasiswa yang ternyata tidak lagi setia kepada rakyat dan menjadi pedagang politik kelas wahid. Kesimpulanya iman perjuangan itu penting di pers mahasiwa.
Pertanyaannya mengapa pers mahasiswa cenderung mampu menjaga kesetiaan ideologi mereka dibanding dengan orang yang telah terjun di masyarakat? Jawabannya mungkin karena di sana ada tanggung jawab intelektual. Karena bagi orang yang memiliki tanggung jawab intelektual tidak akan mudah untuk melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan hati nurani mereka.
Sekarang krisis resistensi sedang melanda negara kita, bahkan para pemimpin negara kita pada saat ini sedang kebingungan menentukan arah politik kebijakan negara. Lantas bagaimana dengan mahasiswa? Saya harap pers mahasiswa tidak terlalu terlibat dalam pemikiran-pemikiran yang sifatnya kekinian karena itu hanya bersifat pendangkalan-pendangkalan. Padahal pers mahasiswa mampu menyumbangkan hal yang lebih bermakna. Misalnya dengan memberikan wacana-wacana yang sifatnya lebih inofatif dan tawaran-tawaran  paradigma baru bagaimana menjadi Indonesia yang lebih baik.
Karenanya kebebasan pers saja tidak cukup. Pada saat ini kebebasan pers di Indonesia sudah kebablasan, ironisnya kebebasan pers Indonesia tidak memberikan apa-apa. Kebebasan yang membodohkan itu adakah suatu bentuk dari kebebasan pers yang tidak ideologis. Sehingga perlu bagi persma untuk memperjelas posisi dan pilihan-pilihanya sampai pada pilihan-pilihan ideologis.
Perlu kita pahami bahwa sesungguhnya pers tidak akan pernah bisa objektif, kalaupun ada keobjektifan kita hanya satu. Yaitu keperpihakan kepada rakyat, keperpihakan kepada yang tertindas. Karenanya syah bagi persma untuk menciptakan parameter keobjektifan sendiri, tidak perlu terlalu kaku dengan aturan coverbothside yang harus benar-benar seimbang. karena kondisi rakyat dengan orang–orang besar di pemerintahan jelas berbeda. Sehingga keseimbangan berita itu tidak akan pernah bisa mengurangi penderitaan rakyat.
Dari analog kebebasan pers menjadi Pers pembebasan dalam persma kiranya mampu membuat suatu changge di Indonesia. Kalau pers kampus hanya sebatas kampus, itu sudah kuno bahkan akan berkesan elitisme. Salah satu tugas persma yang utama adalah bagaimana menjadikan kampus sebagai bagian dari masyarakat (rakyat) yang memerlukan pertolongan. Bagaimana demokrasi tidak diartikan sebagai one man one vote tapi sebetulnya voter yang seribu dimanipulasi oleh satu orang.
Gerakan-gerakan advokasi yang dilakukan mahasiswa bisa dilakukan lintas sektoral berbeda dengan yang dilakukan LSM yang lebih bersifat sektoral. Saatnya sekarang pers mahasiswa bisa menjadi penghubung dan stimulator bagi tumbuhnya gerakan rakyat. Tapi biarkan kekuatan rakyat tumbuh karena kesadarannya.
Sayangnya persma sekarang terjebak pada level wacana. Wacana itu penting tetapi yang lebih penting bagaimana mengimplementasikan wacana ini pada tataran kehidupan yang lebih nyata. Paling tidak dari gerakan itu ada interaksi positif dan hipotesis yang bisa ditawarkan. Sehingga akhirnya melahirkan sintesis baru dari perkembangan dan benturan yang terjadi.
Persma jangan sampai persma hanya terjebak pada intelectual production saja, tetapi juga mampu bekerja pada tataran praksis. Kaitannya dengan pers mahasiswa sebagai pers pembebasan adalah menuju sebagai defender of people (benteng rakyat). Jadi perjuangan yang dilakukan oleh pers mahasiswa baik yang dilakukan oleh kita dalam level apapun, janganlah menjadi sombong, harus rendah hati. Bukan berjuang demi dan untuk rakyat, tetapi berjuang bersama-sama rakyat. Hal ini untuk menghindari sisi arogansi yang masih sering nampak pada diri kita. Jadi yang baik dilakukan adalah dari dan berjuang bersama-sama rakyat.
Mahasiswa sekarang adalah generasi yang mengugat nilai, tidak mempunyai musuh yang jelas seperti generasi sebelum tahun 1998. Generasi sekarang adalah generasi reflection, untuk mencari nilai dan arah gerakan yang tepat. Dalam kontek inilah terdapat arti penting perlunya menata kembali pola gerakan.
Saya mengajak teman-teman untuk masuk ke wilayah pergerakan, yang artinya konsepsional, terarah dan terkendali dalam kontek ideologi dan terpadu dan komperhensif dalam pengertian bagaimana mencapai sasaran strategis yang didasari pilihan-pilihan ideologis dan target oriented. Lebih dari itu juga mempunyai parameter penilaian yang jelas dan bisa diukur.

PPMI sebagai sebuah Organisasi Profesional
Sebagai sebuah organisasi pers, persma yang etergabung dalam PPMI tidak hanya terjebak dalam sebuah organisasi cultural atau yang sering disebuat organisasi tampa bentuk. PPMI memiliki AD/ART dan Kode Etik layaknya organisasi professional. PPMI juga memiliki suatu kepengurusan yang sangat jelas. Tujuan dari adanya AD/ART dan Kode Etik itu sendiri sangat berguna bagi semua Lembaga Pers Mahasiswa yang menjadi anggotanya.
AD/ART dibuat untuk aturan-aturan dasar sebuah keorganisasian, baik bagi para pengurus yang didelegasikan oleh LPM anggotanya, anggota itu sendiri, maupun PPMI secara keorganisasian. Sedangkan Kode Etik mengatur soal Etika Jurnalistik para anggotanya.
Berikut adalah Kode Etik PPMI:
1.      Pers mahasiswa mengutamakan idealisme.
2.      Mengutamakan netralitas, independensi dan etika jurnalistik.
3.      Pers mahasiswa menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia.
4.      Pers mahasiswa pro aktif dalam usaha mencerdaskan bangsa.
5.      Pers mahasiswa dengan penuh rasa tanggung jawab menghormati, memenuhi dan menjunjung tinggi hak rakyat untuk memperoleh informasi yang benar dan jelas.
6.      Pers mahasiswa harus menghindari pemberitaan diskriminasi yang berbau sara.
7.      Pers mahasiswa wajib menghargai dan melindungi hak narasumber yang tidak mau disebut nama dan identitasnya.
8.      Pers mahasiswa menghargai of the rocord tergadap korban kesusilaan dan atau pelaku kejahatan/tindak pidana dibawah umur.
9.      Pers mahasiswa dengan jelas dan jujur menyebut sumber ketika menggunakan berita atau tulisan dari suatu penerbitan, repro gambar/ilustrasi, foto dan atau karya orang lain.
10.  Pers mahasiswa senatiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan harus objektif serta profesional dalam pemberitaan dan menghindari penafsiran dan kesimpulan yang menyesatkan.
11.  Pers mahasiswa tidak boleh menerima segala macam bentuk suap, menyiarkan atau mempublikasikan informasi serta tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk kepentingan pribadi dan golongan.
12.  Pers mahasiswa wajib memperhatikan dan menindak lanjuti proses, hak jawab, somasi, gugatan, dan atau keberatan-keberatan lain dari informasi yang dipublikasikan berupa pernyataan tertulis atau ralat.
Untuk Struktur kepengurusan dan AD/ART akan dilampirkan dalam tulisan Singkat ini.
Dewan Etik Nasional
Pada awal kepengurusan PPMI Dewan Kota Yogyakarta periode ini, saya bersama seluruh anggota PPMI DK Yogyakarta mencoba mengkonsepkan ulang Dewan Etik Nasional (DEN) guna kelancaran kerja DEN itu sendiri. Konsep DEN ini kami usulkan di Musyawarah Kerja Nasional PPMI di Madura pada bulan oktober 2010.
Bunyi usulan itu seperti ini:
Dari dahulu hingga saat ini, DEN belu memiliki konsep matang terkait dengan konsep dan cara ker ja DEN  itu sendiri. DEN pada periode Fajar Kelana selalu berjalan berdasarkan landasan hukum yang lemah ditambah logika dan wacana  yang berujung pada improfisasi. secara kasat mata, mereka  telah menjalan tugas mereka dengan baik. Akan tetapi, secara legalitas, DEN berjalan di atas pijakan yang sangat lemah. Kalau mau dilihat PPMI sebagai sebuah organisasi professional, ini sangat menyedihkan sekali.
Sebagai contoh, mengenai kasus LPM Ekonomika UII Yogyakarta. saat itu, LPM Ekonomika melakukan kesalahan dalam penulisan terkait dengan buletin yang menuliskan permasalahan   yang ada pada LEM, DPM dan HMI UII. Kesalahan yang mereka lakukan saat  itu adalah terkait dengan penulisan yang bnayak memasukan opini penulis. Akibatnya pihak ketiga mencoba menggugat hal  ini, walau bukan dari segi penulisannya. akan tetapi setelah dinilai oleh DEN saat itu, mereka menyatakan kalau LPM Ekonomika harus diberikan hukuman berupa menuliskan kembali berita tersebut secara benar. Karena  penyampaian dari DEN ke pengurus PPMI DK Yogyakarta hanya secara informal dan dari pengurus kota ke LPM Ekonomika pun berupa informal, maka hukuman yang diberikan  oleh pengurus kota tidak dijalankan oleh LPM Ekonomika dan pengurus kota pun tidak mengecek ulang. Ini merupakan kesalahan yang patut kita kaji bersama agar tidak terjadi lagi di PPMI.
Karena  itu, maka DEN perlu membahas lagi secara matang terkait tugas dan wewenangnya. DEN perlu dituntut untuk membuat suatu pola kerja yang professional, baik dari segi legalitasnya sampai pada pola kerjanya yang terstruktur.
Berdasarkan hasil rekomendasi yang dibahas bersama anggota PPMI DK Jogja,  kami mencoba menjabarkan lagi tugas dari DEN sebagai pengawas roda organisasi dan penjaga kode Etik PPMI  yaitu:
1.      Melindungi kemerdekaan Pesma dari campur tangan lain.
2.      Menetapkan dan mengawasi pelaksanaan kode etik PPMI.
3.      Memberikan pertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat atas kasus-kasus yang berhubungan dengan pemberitaan pers.
4.      mengawasi kinerja PPMI.
Penjabaran  ini  dilakukan karena terkait tugas DEN yang ada di AD/ART PPMI tidak membahas secara tuntas apa yang menjadi tugas dari DEN.
Selain itu, kami juga kami juga mengajukan rekomendasi terkait mekanisme kerja DEN yang bertugas sebagai pengawas Kode Etik PPMI dan tugasnya sebagai pengawas etik. Kami mencoba membuat mekanisme kerja DEN sebagai penjaga Kode etik PPMI yaitu:
1.      Pelaporan
2.      Penilaian
3.      Klasifikasi permasalahan
4.      Rekomendasi sangsi.
Terkait dengan mekanisme kerja DEN sebagai pengawas roda organisasi, DEN memiliki beberapa mekanisme kerja yaitu:
1.       Penyelesaian konflik antara Kota dengan LPM, natar Kota, dan antara Kota dengan Nasional.
2.      sebagai Tim audit organisasi.
Beberapa  hal ini dirasa sangat penting untuk dikaji lebih jauh lagi oleh DEN.
Akhirnya Usulan terkait DEN ini diterima oleh seluruh anggota PPMI dan menerapkannya dalam kerja DEN itu sendiri.
Mungkin sebagian orang bertanya-tanya mengapa PPMI harus memiliki DEN dan mengapa PPMI harus membuat Kode Etiknya sendiri padahal sudah ada Kode Etik Pers. Pertanyaan itu beberapa kali saya dengarkan baik dari anggotaPPMI itu sendiri maupun dari LPM yang bukan merupakan anggota PPMI.
Jawabannya sederhana. Hingga saat ini, LPM belum masuk dalam UU Pers No. 40 tahun 1999. Karena belum masuk dalam UU Pers, maka LPM tidak memiliki Kode Etik. Oleh karena itu PPMI bersama seluruh anggotanya coba merumuskan Kode Etinya sendiri yang bisa mengatur etika jurnalistinya. Selain itu kode etik ini juga berfungsi untuk menyadarkan warga kampus tentang kerja dan mekanisme penyelesaian masalah dalam persma itu sendiri.
Arah Gerak PPMI
Sebelum kita membahas banyak hal terkait dengan PPMI ke depannya akan seperti apa, ada baiknya kita membahas terlebi dahulu arah PPMI kedepannya. Ada tiga arah gerak PPMI yaitu profesi, kaderisasi, dan gerakan. Ketiga hal ini bisa dijalankan secara bersamaan, tapi kita harus ada fokus secara jelas terkait arah mana yang akan menjadi prioritas ke depannya.
Misalnya kita menyepakati ke depannya kita ingin PPMI diarahkan sebagai sebuah organisasi profesi, maka kita harus benar-benar menjunjung tinggi Kode Etik PPMI. Selain itu, semua pengurus, baik itu pengurus nasional maupun kota, harus bekerja keras untuk tertib dalam keadministrasian dan lain sebagainya.
Akan tetapi, terkait hal ini, kami pikir sudah harus selesai di tataran pengurus PPMI. Misalnya semua divisi harus punya SOP yang jelas, Litbang harus menjadi sumber data dan informasi baik itu bagi pengurus divisi pada khususnya maupun bagi anggota PPMI pada umumnya.
Berbeda lagi apabila kita menyepakati agar PPMI ke depannya akan memfokuskan  diri sebagai organ kaderisasi. terkait hal ini, kami PPMI Dewan Kota Yogyakarta menyepakati untuk PPMI Dewan Kota Yogyakarta ke depannya akan mengarah ke kaderisasi. Kami merasa hal ini sangat penting karena PPMI sebagai sebuah organ bersama harus mampu mewadahi anggota-anggotanya.
Sebenarnya ini terkait dengan permasalahan kompleks yang ada di Dewan Kota Yogyakarta. Ada LPM-LPM anggota PPMI yang besar di Yogyajarta, tapi ada juga LPM-LPM kecil yang masih perlu didampingi secara intens, apalagi LPM-LPM yang masih berada di bawah Lembaga Eksekutif Mahasiswa. LPM-LPM seperti ini masih rawan sekali untuk dibredel. Padahal sebagai sebuah organisasi Pers Mahasiswa yang menjunjung tinggi kebebasan Pers dan hidup dalam sebuah Negara yang menjunjung tinggi kebebasan berpendapat, ternyata masih banyak orang yang tidak menyukai kebebasan pendapat dari orang lain dan dengan egonya ingin menjadi penguasai bagi sesamanya. Inilah wajah suram bangsa kita.
Arah gerak  PPMI ini sangat perlu kita bahas secara awal agar kita dapat menyesuaikan kerja tiap divisi dan kota sesuai dengan arah PPMI kedepannya. Akan tetapi, ketiga arah  ini perlu dipertimbangka berdasarka kebutuhan anggota PPMI dan isu apa yang mau diangkat oleh nasional.

Persma Sekarang dan Keberpihakannya
Di tengah dominannya pers umum dewasa ini, persma harus melakukan reposisi kembali peran dan fungsinya. Masyarakat yang semakin pandai dan kritis dalam memilih berita mana yang jujur dan tepat untuk dirinya, mengharuskan pers mahasiwa menemukan bentuk yang sesuai.
Pers alternatif yang pernah bermunculan era pemerintahan Soeharto, dengan sifat-sifatnya yang khas, nampaknya bisa dijadikan acuan dalam diri pers mahasiswa. Di era pemerintahan Soeharto, pers alternatif terkenal dan ditakuti pemerintah berkat keberanian dan sifat kritisnya kepada pemerintah, selain juga sifatnya yang jujur mengungkapkan apa adanya.
Idealisme pers mahasiswa pada kebenaran dan keadilan harus selalu dipegang, keberpihakan pers mahasiswa harus pada demokratisasi dan keadilan dimana implementasi praksisnya keberpihakan pada kaum yang tertindas. Pers mahasiswa jika ingin disebut pers alternatif tentu harus mengikuti prinsip-prinsip pers alternatif, yaitu tidak menghakimi, reportase yang berimbang (cover both side),memberitakan secara kritis, jujur, benar, memberikan solusi alternatif yang kongkrit dengan bahasa yang lugas, menggigit tapi santun, juga indepensi pers mahasiwa yang selalu terjaga.
Unsur lain yang juga penting dalam pembentukan pers alternatif adalah pemilihan angle berita yang di angkat, pers mahasiswa harus mengangkat angle yang tidak ditemukan dalam pers umum walaupun tema yang diangkat bisa jadi sama, angle-angle yang mengangkat ketertindasan rakyat, pencarian solusi alternatif dari masalah-masalah yang di hadapi masyarakat (yang kenyataanya sekarang jarang disentuh pers umum) menjadi ladang yang subur dalam pemberitaan pers alternatif. Karena justru pers umum sudah tidak mampu menyandang tugas dan tanggung jawabnya secara proporsional, berita-berita yang ditulis dalam pers umum hanya menguntungkan kelompok ‘status quo’ misal : hiruk pikuk situasi politik nasional, pernyataan-pernyataan tokoh politik yang saling mencaci, menghujat tanpa bukti yang jelas. Intinya berita-berita yang di angkat oleh pers alternatif harus bersifat ‘pencerdasan’ pada masyarakat, bukannya pembodohan, karena pers alternatif harus mengambil tugas dan tanggung jawab pers kepada masyarakat. Pers mahasiswa juga harus berperan dalam  menggelindingkan proses demokratisasi dengan memberikan empati yang besar kepada masyarakat.
Namun bukan tanpa kendala bagi pers mahaisswa untuk mewujudkan pers alternatif. Kecenderungan pers mahasiswa yang hanya berkutat dengan persoalan-persoalan sendiri, menjadikan pers mahasiswa pers yang ‘oleh-dari-untuk’ mahasiswa, jadinya adalah ‘onani’ pers mahasiswa. Tentu hal ini juga perlu dipikirkan pemecahannya. Di samping terus menyuarakan hati nuraninya, pers mahasiswa juga harus ‘berbenah’ ke dalam, artinya kelemahan-kelemahan pers mahasiswa selama ini,  seperti kontinuitas terbit yang sering tidak jalan,  ketergantungan pada birokrat kampus (masalah dana), terbatasnya waktu bagi para aktifis pers mahasiswa (4-6 semester) untuk berkecimpung dalam pers mahasiswa, harus segera dicarikan pemecahannya. Pers mahasiswa mendatang harus bersikap realistik, determinasi, konsistensi, juga harus selalu diusahakan peningkatan kualitas para SDM-nya,dan yang paling penting adalah regenerasi yang teratur.
Pers mahasiswa tidak hanya sekedar menampilkan berita, pers mahasiswa juga harus mampu mempertanggungjawabkan isi beritanya, pers mahasiswa mempunyai tanggung jawab moral terhadap masyarakat. Intinya, keberpihakan persma adalah pada nilai. Tanggung jawab moral ini menjadi kunci utama para insan pers mahasiswa dalam penulisan berita.

PPMI dan Persma di Masa Mendatang









Comments
2 Comments

2 komentar:

doktertoeloes malang. mengatakan...

" SALAM HYPPOCRATES CERDAS "

(doktertoeloes malang - mantan war

tawan kampus Fak.Kedokteran UNIBRAW

Tahun 1980 s/d 1982).

Richi Anyan mengatakan...

hahaha, ngaur aja, hehehe...
ini nulis hanya sekedar iseng aja kok, hehehe