Oleh: Richi Anyan
Perkembangan tekhnologi komunikasi dan informasi di
Indonesia saat ini memang berkembang dengan pesat, terutama di bidang
elektronik. Dalam Dunia jurnalistik, muncul satu aliran baru yang sering banyak
orang menamai itu jurnalisme online. Adanya jurnalisme online ini sangat bagus
sekali dengan perkembangan dunia jurnalistik pada umumnya. Kegiatan dalam
mencari, mengumpulkan dan mengolah berita tidak hanya dilakukan dengan media
cetak saja, namun dengan media internet juga dapat dilakukan, hal ini dapat memudahkan
seorang jurnalis untuk dapat bekerja cepat dengan media internet tersebut.
Selain berita yang ditampilkan bersifat baru, pesan yang ditampilkan didalamnya
pun bersifat menarik.
Dengan jurnalisme online ini, siapa saja dapat menulis
berita dan melaporkan suatu kejadian atau peristiwa penting lewat internet
tersebut. Memang untuk sebagian adalah merupakan lembaga resmi jurnalistik yang
mempunyai situs sendiri dalam melaporkan berita-beritanya, namun untuk kalangan
masyarakat atau individu yang bukan “siapa-siapa” dalam arti bukan wartawan,
bukan juga seorang editor maupun pekerja media, tetap dapat menuliskan berita
lewat internet tersebut.
Pesta blogger yang terjadi di Indonesia, juga
memunculkan wacana seputar citizen journalism (jurnalisme warga ). Berkat
kemajuan teknologi tersebut, dimulailah era baru dalam jurnalisme, yakni open
source reporting atau membuka sumber-sumber laporan baru. Sekarang, siapa
saja bisa melaporkan apa saja yang dilihatnya, atau yang ingin dikatakannya.
Berita, opini, reportase, sampai curahan hati (curhat) yang sangat pribadi,
semua bisa dibagi kepada yang lain. Tidak perlu menunggu wartawan menjemput dan
tidak perlu menjadi somebody agar dilirik media.
Kondisi seperti ini sangat tidak nyaman sekali
dipandang atau ditampilkan sebagai suatu berita lewat media internet tersebut.
Kredibilitas jurnalis warga tersebut serta kualitas pelaporan perlu
dipertanyakan. Mereka belum tentu mempunyai kemampuan yang benar-benar mendalam
mengenai bagaimana penulisan berita yang baik serta aturan-aturan lain yang
menyangkut dengan kode-kode etik jurnalistik.
Memang benar, adanya jurnalisme warga ini menambah
wawasan dan kekayaan dalam dunia jurnalistik, namun dalam ruang beritanya
sendiri, masih sangat banyak wartawan ataupun pewarta berita yang menulis
asal-asalan, bias dalam melaporkan fakta, merekayasa data, dan mengedepankan
sensasi demi kejaran oplah atau peringkat. Sedangkan citizen journalist
sendiri, jika ingin serius jadi pewarta warga yang beritanya ditanggapi dengan
baik, tidak bisa asal-asalan mem-publish. Apapun latar belakangnya,
mereka seharusnya perlu melengkapi diri dengan amunisi seorang jurnalis pada
umumnya. Kemampuan menulis, keteraturan berlogika, syukur-syukur bisa membangun
integritas lewat komitmen pada publik. Dengan begitu adanya jurnalisme warga
ini, bukan hanya menjadi sebuah “permainan” berita yang dapat menyestkan
masyarakat atawa publik.
Pada kesempatan ini, Kami mengajak teman-teman semua
untuk berdiskusi bersama terkait media Online itu sendiri dari segi esensi dan
bahasanya dengan membandingkan pada Kode Etik Jurnalisme Online itu sendiri.
Selain itu kita juga akan membahs bersama apa keunggulan dan contoh dari
jurnalisme online itu sendiri.
Pegertian
Jurnalisme
online adalah proses penyampaian informasi dengan menggunakan media internet.
Ciri-ciri
Ciri-ciri bahasa dalam ragam bahas jurnalistik :
Ø Komunikatif, tidak
berbelit-belit, tidak berbunga-bunga tetapi harus terus langsung pada pokok
permasalahannya.
Ø Spesifik, bahasa jurnalistik
harus disusun dengan kalimat-kalimat yang singkat atau pendek-pendek.
Ø Hemat kata, bentuk-bentuk
kebahasaan yang digunakan dalam bahasa jurnalistik sedapat mungkin berciri
minim karakter kata atau sedikit jumlah hurufnya.
Ø Jelas makna, sedapat mungkin
menggunakan kata yang bermakna denotatif, kata-kata yang mengandung makna yang sebenarnya.
Ø Tidak mubazir dan tidak klise.
Jagat
kewartawanan yang senantiasa memperjuangkan hadirnya “makna” bagi khalayaknya
sulit melepaskan jargon menyajikan berita secara cepat, akurat dan lengkap,
sehingga menjadi bernilai penting.
Karakteristik
/ Keuntungan Jurnalisme Online (via Web)
Berikut ini adalah Keuntungan Jurnalisme Online,
seperti yang tertulis dalam buku Online Journalism. Principles and Practices
of News for The Web (Holcomb Hathaway Publishers, 2005).
1. Audience
Control
Jurnalisme
online memungkinkan masyarakat untuk bisa lebih leluasa dalam memilih berita
yang ingin didapatkannya.
2. Nonlienarity
Jurnalisme
online memungkinkan setiap berita yang disampaikan dapat berdiri sendiri
sehingga pembaca tidak harus membaca secara berurutan untuk memahami.
3. Storage
and retrieval
Online
jurnalisme memungkinkan berita tersimpan dan diakses kembali dengan mudah oleh
masyarakat.
4. Unlimited
Space
Jurnalisme
online memungkinkan jumlah berita yang disampaikan kepada masyarakat dapat
menjadi jauh lebih lengkap ketimbang media lainnya.
5. Immediacy
Jurnalisme
online memungkinkan informasi dapat disampaikan secara cepat dan langsung
kepada masyarakat.
6. Multimedia
Capability.
Jurnalisme
online memungkinkan bagi tim redaksi untuk menyertakan teks, suara, gambar,
video dan komponen lainnya di dalam berita yang akan diterima oleh masyarakat.
7. Interactivity
Jurnalisme
online memungkinkan adanya peningkatan partisipasi audience dalam setiap
berita.
Sedikit narsis ya, hehehe.... |
Ranjau-Ranjau
Jurnalis Online
Dalam sejumlah literatur maupun diskusi di kalangan jurnalis, maka istilah
jurnalis online atau wartawan ber-Internet (cyber-journalist) lebih
sering dikategorikan menjadi tiga kelompok besar, yakni:
·
Jurnalis yang
memanfaatkan Internet sebagai salah satu sarana kerja,
·
Jurnalis yang
bertugas di redaksi online (portal berita) dari media massa yang berbasis cetak
dan atau elektronik,
·
Jurnalis yang
bekerja di multimedia massa hanya berbasis portal berita.
Istilah cyberspace awalnya diperkenalkan oleh William Gibson dalam
buku berjudul Neuromancer pada 1984 guna menjelaskan dunia maya bermesin
tiga dimensi seperti senyatanya (Virtual Reality/VR), dan pada
gilirannya menyentuh hasil temuan TI yang mampu membentuk jejaring komputer
sejagat, yakni Internet.
Internet memiliki banyak kegunaan, namun fasilitas yang sering dimanfaa
tkan berupa Electronic Mail (e-mail), Mailing List (mailist atau e-mail
groups), World Wide Web(WWW), File Transfer Protocol (FTP), Internet
Relay Chat (IRC), Netsearch atauSearch Engine. Pada awalnya,
produsen piranti lunak komputer menyediakan aplikasi terpisah untuk
masing-masing fasilitas tersebut, namun pada gilirannya pengguna Internet dapat
menggunakan semua fasilitas tersebut di dalam satu aplikasi web based.
Jurnalis termasuk profesi yang paling banyak diuntungkan dengan kemajuan
temuan TI. Namun demikian, mereka sangat dimungkinkan menghadapi
“ranjau-ranjau” yang bertebaran saat memanfaatkan fasilitas yang ada di
Internet, antara lain:
-. Spam dan
junk e-mail, yakni masuknya banyak e-mail ke kotak surat masuk (inbox)
lantaran jurnalis sering melakukan kunjungan (browsing) ke banyak laman
(situs Internet) dan berkorespondensi ke banyak pihak yang secara tidak sengaja
“diintip” oleh pihak-pihak tertentu yang ingin mempromosikan produk tertentu
tanpa meminta izin pemilik e-mail.
Namun, pengguna
Internet dapat mencegah masalah ini dengan mengaktifkan fungsi anti-spam dan
anti-junkmail yang terdapat di bagian pengaturan (setting) aplikasi
email yang digunakan, dan biasanya terdapat di fitur pemilihan tambahan
pengaturan (options).
-. Mailing
list atau e-mail groups sebagai sumber informasi utama. Jurnalis
pada umumnya menjadi anggota forum diskusi di mailing list atau e-mail
groups tertentu sesuai minat dan bidang tertentu, yang pada gilirannya
sering mendapatkan informasi mulai dari sekadar rumors dan gosip sampai
dengan “bocoran” dokumen penting berkaitan dengan kasus menyangkut kepentingan
umum.
Jurnalis yang notabene bernaluri/berhidung berita (sense/nose of news)—tentunya
tidak akan menyia-nyiakan adanya info penting yang beredar di mailing list atau
email groups. Hanya saja, mereka bila tidak hati-hati atau terlalu
bernafsu mengejar kecepatan dan eksklusivitas berita dapat terperangkap dalam
ranjau menyangkut cara mendapatkan informasi dasar.
Oleh karena, anggota mailing list atau e-mail groups sejatinya
memiliki sejumlah aturan main (rules), yang antara lain menerapkan
kaidah bahwa informasi apa pun yang beredar di lingkungan tersebut bersifat
“hanya untuk diketahui anggota” atau “bukan untuk konsumsi umum”. Jika ada
jurnalis yang ingin mengambil informasi dasar dari mailing list atau e-mail
groups, maka selayaknya ia pun menerapkan etika yang sangat baku dan
dijunjung tingi dalam profesi jurnalistik, yakni temukan faktanya dan lakukan
pengujian ulang atau silang (check and recheck atau cross check)
ke sejumlah nara sumber yang berkredibilitas sekaligus berkapabilitas.
-. Berselancar
di World Wide Web (WWW). Sebagaimana kebiasaan pengguna lain Internet,
maka jurnalis termasuk yang paling sering berselancar di Internet untuk memanfaatkan
berbagai informasi, bahkan menggunakan sejumlah informasi yang tersebar di
berbagai laman sebagai acuan peliputannya.
Pada kenyataannya, tidak sedikit jurnalis yang secara sadar maupun tidak
sadar memiliki kebiasaan sekadar menjadi “tukang cuplik” (copy and paste
journalist) yang pada gilirannya bakal menumpulkan kemampuan menciptakan
berita bermakna bagi publiknya. Padahal, setiap jurnalis harus tetap menyadari
bahwa fakta terbaik bukanlah di balik layar komputer, tetapi mendapatkan atau
mengujinya kembali di lapangan.
-. Bertukar
dokumen melalui File Transfer Protocol (FTP) atau sisipan surat
elektronik
(e-mail
attachment).
Dalam menjalankan profesinya, jurnalis sering mengirimkan dan menerima
dokumen memanfaatkan fasilitas FTP ataupun e-mail attachment, terutama bagi
kalangan jurnalis foto/kamera yang mengirimkan dokumen beresolusi tinggi dan
kapasitas besar. Jika menerapkan salah satu fasilitas Internet tersebut, maka
para jurnalis ada baiknya memeriksa kembali apakah dokumen yang dikirim sudah
tepat tujuannya atau diterima dari pihak yang dikenalnya. Selain itu, ada
baiknya dokumen yang dikirimkan terlebih dulu “dikunci” (password)
menggunakan aplikasi tambahan tertentu guna lebih menjamin
keamanan/kerahasiaan, terutama yang menyangkut dokumen berizin publikasi secara
hukum (copyright). Ada baiknya pula menggunakan password berkategori
keamanan tertinggi dengan memanfaatkan perpaduan huruf besar dan kecil, serta
angka. Misalnya, lebih baik menggunakan password b460n6 daripada bagong.
Hal semacam ini menjadi sangat penting manakala jurnalis menggunakan aplikasi email
attachment bebas bayar, karena ada kecenderungan dari pihak penyedia jasa
layanan e-mail gratis melakukan “pengintaian terselubung” terhadap
pelanggannya. Bahkan, ada penyedia jasa layanan e-mail gratis yang kemudian
hari menyebarkan kembali isi e-mail dan attachment-nya secara terpisah
maupun bersamaan. Kasus semacam ini semakin sering terjadi, dan pihak penyedia
jasa layanan e-mail gratis biasanya berkilah bahwa “ada kesalahan teknis”, dan
celakanya pengguna Internet – termasuk kalangan jurnalis—sering mengabaikan
“ketentuan dan syarat berlaku” (terms and conditions).
-. Berkomunikasi
melalui Internet Relay Chat (IRC) atau Internet Messenger (IM).
Sejalan dengan
kemajuan TI, terutama berkaitan dengan kecepatan akses Internet, maka semakin
banyak pengguna Internet memanfaatkan fasilitas IRC atau IM, yang lebih sering
disebut chat atau chatting. Bahkan, semakin banyak pula jurnalis
yang berwawancara menggunakan IRC atau IM (interview chatting) dengan
nara sumbernya, layaknya wawancara bertelepon, untuk mengejar kecepatan
sekaligus eksklusivitas pemberitaan. Tatkala melakukan interview chatting,
maka jurnalis harulah tetap waspada guna menghindari ranjau bahwa pada
kenyataannya termanipulasi mewawancarai orang yang salah. Bukan tidak mungkin
sang nara sumber justru diwakili oleh pihak lain yang diberinya wewenang
melakukan interview chatting dengan jurnalis. Dalam hal ini, jurnalis
haruslah memanfaatkan “faktor kedekatan” dengan nara sumbernya secara cerdas
dan profesional.
Bakal lebih celaka lagi bilamana ada di antara kedua pihak (jurnalis dan
atau nara sumber) chatting di warung Internet (Internet café)
yang kode akses mereka –setidaktidaknya user name dan password—saat
masuk (log-in) ke fasilitas IRC atau IM terlupa untuk perintah
keluar (log-out).
Selain itu, fasilitas IRC dan IM yang dilayani secara gratis sama sekali
tidak menjamin keamanan informasinya tersebar (atau tersebarkan) kembali,
karena penyedia jasa layanan aplikasi Internet secara gratis banyak
memanfaatkan aplikasi lainnya untuk tujuan promosi cuma-cuma ke pelanggan
mereka.
-. Mencari
sekaligus mengonfirmasi informasi menggunakan mesin pencari data (Netsearch atau
Search Engine).
Fasilitas Netsearch atau Search Engine kini semakin popular
di Internet, bahkan Google, perusahaan penyedian jasa layanan pencarian
informasi secara online, dalam beberapa tahun terakhir ini senantiasa berada di
peringkat atas yang digunakan para peselancar di dunia maya. Selain itu, Yahoo!,
Altavista dan MSN termasuk netsearch/search engine yang
populer di kalangan peselancar di dunia maya. Internet salah satu fungsinya
adalah database online tanpa batas lantaran setiap saat memiliki informasi
terkini. Hal inilah yang menjadi kelebihan dari fasilitas netsearch/search
engine. Namun demikian, jurnalis yang senantiasa mengejar aktualitas
informasi perlu waspada dalam memanfaatkan informasi menggunakan netsearch/search
engine karena begitu banyaknya informasi tersajikan untuk satu pokok
bahasan.
Dengan semakin banyaknya informasi, maka di satu sisi membuka peluang bagi jurnalis
untuk memperoleh bahan berita. Di sisi lain, jurnalis justru bisa terjebak
mendapatkan dan mengembangkan informasi “kelas sampah”. Oleh karena itu,
jurnalis harus tetap mengutamakan mekanisme check & recheck,
mencantumkan alamat laman yang dikutip secara komplit, kemudian jangan
melupakan kaidah dasar pemberitaan yang memadukan fakta, data dan para nara
sumber Jika memperhatikan kecenderungan semakin cepat bertumbuh dan berkembangnya
fasilitas sekaligus funsgi Internet, maka jurnalis ibarat menghadapi dua sisi
mata uang dalam memanfaatkannya. Satu sisi kemudahan untuk mengembangkan
pemberitaanya, dan di sisi kedua harus senantiasa waspada untuk tidak
menggampangkan sistem GEDE (Gathering-Editing-Distributing-Evaluating)
berita bermakna.
Layaknya profesi apa pun, maka jurnalis juga perlu waspada dengan
ranjau-ranjau profesionalisme yang diistilahkan “penyalahgunaan” dan
“penggunasalahan” kinerjanya. Apalagi, bagi jurnalis ber-Internet (cyber-journalist).
“Penyalahgunaan” biasanya berkaitan langsung dengan memanfaatkan hal tertentu
–sebut saja, penyebaran berita di Internet—yang sejak awal bertujuan mencapai
maksud-maksud tertentu di luar etika profesi, misalnya jurnalis membuat berita
untuk menyebarkan kebencian, dan menganggu ketertiban umum. Sementara itu,
“penggunasalahan” sangat dapat dimungkinkan lantaran adanya kelalaian yang
berdampak merugikan kepentingan pihak tertentu, contohnya jurnalis dengan
kebiasaan copy and paste informasi di Internet membuat berita yang
keliru lantaran salah menangkap makna.
Empat jenis Jurnalisme Online
Orang yang memproduksi content terutama untuk
Internet, dan khususnya untuk World Wide Web, dapat dianggap bekerja untuk
salah satu atau lebih dari empat jenis Jurnalisme Online yang tersebut di bawah
ini. Berbagai jenis jurnalisme online itu dapat ditempatkan di antara dua
domain. Domain pertama, adalah suatu rentangan, mulai dari situs yang
berkonsentrasi pada konten editorial sampai ke situs-situs Web yang berbasis
pada konektivitas publik.
Editorial content diartikan di sini sebagai teks
(termasuk kata-kata yang tertulis atau terucapkan, gambar-gambar yang diam atau
bergerak), yang dibuat atau diedit oleh jurnalis.
Sedangkan konektivitas publik dapat dipandang sebagai komunikasi ”titik ke titik yang standar” atau bisa juga kita nyatakan komunikasi ”publik” tanpa perantaraan atau hambatan, misalnya, hambatan dalam bentuk proses penyuntingan atau moderasi.
Sedangkan konektivitas publik dapat dipandang sebagai komunikasi ”titik ke titik yang standar” atau bisa juga kita nyatakan komunikasi ”publik” tanpa perantaraan atau hambatan, misalnya, hambatan dalam bentuk proses penyuntingan atau moderasi.
Domain kedua, melihat pada tingkatan komunikasi
partisipatoris, yang ditawarkan oleh situs berita bersangkutan. Sebuah situs
dapat dianggap terbuka, jika ia memungkinkan pengguna untuk berbagi komentar,
memposting, mem-file (misalnya: content dari situs tersebut) tanpa
moderasi atau intervensi penyaringan. Sedangkan komunikasi partisipatoris
tertutup dapat dirumuskan sebagai situs di mana pengguna mungkin
berpartisipasi. Namun langkah komunikatif mereka harus melalui kontrol
editorial yang ketat.
1.
Mainstream News sites
Bentuk
media berita online yang paling tersebar luas adalah situs mainstream news.
Situs ini menawarkan pilihan editorial content, baik yang disediakan oleh media
induk yang terhubung (linked) dengannya atau memang sengaja diproduksi untuk
versi Web. Tingkat komunikasi partisipatorisnya adalah cenderung tertutup atau
minimal. Contoh: situs CNN, BBC, MSNBC, serta berbagai suratkabar online. Situs
berita semacam ini pada dasarnya tak punya perbedaan mendasar dengan jurnalisme
yang diterapkan di media cetak atau siaran, dalam hal penyampaian berita,
nilai-nilai berita, dan hubungan dengan masyarakat, di Indonesia, yang sepadan
dengan ini adalah detik.com, Astaga.com, atau Kompas Cyber Media.
2. Index
and Category sites
Jenis
jurnalisme ini sering dikaitkan dengan mesin pencari (search engines) tertentu
(seperti Altavista atau Yahoo), perusahaan riset pemasaran (seperti Moreover)
atau agensi (Newsindex), dan kadang-kadang bahkan individu yang melakukan usaha
(Paperboy). Di sini, jurnalis online menawarkan links yang mendalam ke
situs-situs berita yang ada di manapun di World Wide Web. Links tersebut
kadang-kadang dikategorisasi dan bahkan diberi catatan oleh tim editorial.
Situs-situs semacam ini umumnya tidak menawarkan banyak editorial content yang
diproduksi sendiri, namun terkadang menawarkan ruang untuk chatting atau
bertukar berita, tips dan links untuk publik umum.
3. Meta and
Comment Sites
Ini
adalah situs tentang media berita dan isu-isu media secara umum. Kadang-kadang
dimaksudkan sebagai pengawas media (misalnya: Mediachannel, Freedomforum,
Poynter’s Medianews). Kadang-kadang juga dimaksudkan sebagai situs kategori dan
indeks yang diperluas (seperti: European Journalism Center Medianews,
Europemedia). Editorial content-nya sering diproduksi oleh berbagai jurnalis
dan pada dasarnya mendiskusikan content lain, yang ditemukan di manapun di
Internet. Content semacam itu didiskusikan dalam kerangka proses produksi
media. ”Jurnalisme tentang jurnalisme” atau meta-journalism semacam ini cukup
menjamur.
4. Share and
Discussion Sites
Ini
merupakan situs-situs yang mengeksploitasi tuntutan publik bagi konektivitas,
dengan menyediakan sebuah platform untuk mendiskusikan content yang ada di
manapun di Internet. Dan kesuksesan Internet pada dasarnya memang disebabkan
karena publik ingin berkoneksi atau berhubungan dengan orang lain, dalam tingkatan
global yang tanpa batas.
Situs
semacam ini bisa dibilang memanfaatkan potensi Internet, sebagai sarana untuk
bertukar ide, cerita, dan sebagainya. Kadang-kadang dipilih suatu tema
spesifik, seperti: aktivitas anti-globalisasi berskala dunia (situs Independent
Media Centers, atau umumnya dikenal sebagai Indymedia), atau berita-berita
tentang komputer (situs Slashdot).
Jurnalisme Online tidak hanya dituntut untuk memiliki
karakter tulisan yang pendek saja tapi juga kelengkapan suatu berta juga hars
diperhatikan. Selain itu Jagat kewartawanan yang senantiasa memperjuangkan
hadirnya “makna” bagi khalayaknya sulit melepaskan jargon menyajikan berita
secara cepat, akurat dan lengkap, sehingga menjadi bernilai penting.
“Wartawan bukanlah Pahlawan. Wartawan lebih tepat sebagai pencatat sejarah,
yang
dalam tugasnya seringkali mengabadikan kegiatan dan sosok kepahlawanan.”