Oleh:
Richi Richardus Petrus Anyan
Hari
ini bukan hari yang menyenangkan, bukan hari yang menyedihkan, tapi hari yang penuh
dilema di malam yang fitri. Kala itu hari jumat tanggal 18 September 2009.
Sehabis kuliah, aku laiknya kebanyakan teman lainnya, begitu bahagia karena
akan dimulainya libur Idul Fitri. Teman-teman lain bahagia karena seben tar
lagi mereka akan mudi, sedangkan aku?
Aku
bahagia bukan karena mau mudik seperti teman-teman lainnya, tapi aku bahagia
karena malam ini aku bisa bernostalgia lagi bersama teman-teman dari daerahku
yang kuliah di Jogja. Memang tidak sebahagia teman-taman lain, tapi ada satu
kebahagiaan khusus bagi kami anak rantauan.
Perputaran
jarum jam seakan terasa cepat, tak ku sadari ternyata sudah pukul enam. Aku
mencoba meng-SMS temanku agar bisa menjemput di kos ku. Lima belas menit
kemudian, temanku sudah berada di depan kosku. Tanpa mengundangnya masuk, aku
langsung menyuruh dia untuk berbalik arah ke tempat tujuan kami. Karena begitu
senangnya, tak terasa telah sampai ke tempat tujuan. Memang tidak terlalu jauh,
tapi tempat tujuan kami adalah Janti. Di tempat ini, ada banyak sekali teman-temanku.
Mereka semua menyambut kedatanganku dengan canda tawa ria.
Satu
per satu penak-pernik memori masa kecil pun mulai tercecer seiring berjalannya
jarum jam. Kami mengisahkan keluguan dan keplosan masa kecil, sampai mengintari
kenakalan masa SMA. Ada kisah lucu, ada kisah menyedihkan, ada kisah
menyenangkan, ada juga kisah tragis. Kalau bisa dirasa, seperti permen
nano-nano, ramai rasanya.
Dua
botol mensen telah habis seiring dengan lontaran banyak kisah yang sudah kami
keluarkan juga. Minuman sudah habis, namun masih ada banyak ksah yang belum
selesai diceritakan. Satu botolpun didatangkan lagi, tapi kami telah janji
kalau habis satu botol ini berarti kami akan berhenti minum.
Kisah
nostalgia masa lalu pun dilanjutkan lagi. Satu botol itu pun habis. Sesuai
janji, sehabis satu botol, berarti nostalgia pun selesai. Teman-teman kembali
ke kos mereka masing-masing. Akan tetapi kantuk belum juga kunjung datang, aku
bersama lima orang temanku masih melanjutkan kisah kami, rencananya menunggu
kantuk.
Sementara
asyik cerita, tiba-tiba seorang teman lama kami datang dengan membawa mobil
Avanza berwarna hitam. Kisah kami pun berlanjut. Kami mencoba membuka memori
ketika bersama-sama di Atambua, tempat asalku.
Rokok
sudah habis, namun terasa malam masih panjang, karena itu kami menyuruh dia
untuk pergi membeli rokok, pokoknya apa saja, “Bintang Buana pun boleh,” kata
salah seorang temanku. Tak sampai sepuluh menit, dia sudah kembalitapi tidak
hanya membawa rokok, dia juga membawa dua botol Anggur Merah. Dalam hati aku
begitu bahagi. Kali ini bukan karena bertemu dengan teman lama, tapi karena
bisa minum gratis.
Dua
botol sudah habis, waktu sudah menunjukan jam dua belas malam, tapi kantuk tak
kunjung datang. Temanku mencoba mengajak kami untuk bermai ke benteng, katanya
sudah agak sepi. Karena ramai-ramai ke benteng, aku pun ikut.
Kisah
pun berlanjut panjang. Di perjalanan, kami masih membeli lagi tiga botol
Mensen, dua botol Bir, dan lima botol Anggur Merah. Sesampai kami di benteng,
kami mencari tempat untuk pakir mobil, sekalian tempat yang enak untuk minum.
Aku
bertugas untuk membagikan minuman. Sebenarnya ada satu kebanggaan khusus bagi
orang yang membagikan minuman, karena selain orang itu bisa membuat takaran
yang sama, orang yang membagikan minuman juga merupakan orang yang dihormati.
Karena itu saya membagikannya dengan senang hati.
Sambil
minum, memrokok, dan benostalgia, tiba-tiba ada beberapa orang pengamen
yangdatang ingin bergabung. Karena tujuan minum juga untuk mencari teman, kami
pun menyambut kedatangan mereka. Para pengamen itu, tidak terlalu banyak minum,
lalu mereka pergi untuk mencari tempat penginapan sekedar untuk beralas kepala.
Ada
satu hal yang unik dari pada pengamen itu bahwa di antara gerombolan itu, ada
seorang wanita yang sebaya dengan kita. Akan tetapi ketika para temannya pergi
untuk mencari tempat untuk tidur, hanya dia seorang diri yang tidak mau
mengikuti teman-temannya. Sebenarnya dia memita kami untuk meng antarnya ke
Kusuma Negara.
Ketika
teman-temannya pergi, timbul pikiran jahat di otak teman-temanku. Awalnya saya
yang membagikan minuman, tapi mereka berencana untuk membuat mabuk wanita ini,
salah seorang temankupun mengambil alih untuk membagikan minuman. Sebenarnya
saya sudah menegur mereka agar jangan berpikiran jahat terhadap wanita itu.
Namun apa daya, mereka semua sudah berada dibawah pengaruh alkohol termasuk
saya. Anehnya lagi, wanita itu tidak mau pergi meninggalkan kami.
Karena
pengaruh alkohol sudah terlalu tinggi, mereka memaksa untuk cepat pulang.
Tujuannya agar bisa secepatnya memperkosa wanita itu. Seketika ada perasaan
sedih dalam hatiku. Walau aku tidak memiliki seorang saudari, setidaknya aku
masih punya seorang ibu dan teman-teman wanita yang patut dihargai. Perasaan
dan pikiran inilah yang membuat aku selalu menegur teman-temanku yang lain.
Di
sepanjang jalan pulan, aku terus mencoba menegbur teman-temanku yang berpikiran
jahat terhadap wanita itu. Selain itu aku juga sesekali berdoa kepada St.
Michael agar bisa melawan kuasa jahat yang ada dalam dir teman-temanku. Karena
melihat aku yang tidak senang dengan perbuatan mereka, akhirnya teman-temanku
pun takut untuk melalukan perbuatan keji itu. Akhirnya saya memaksa mereka
untuk menurunkan lagi wanita itu di jalan Kusuma Negara.
Dari
pengalaman ini, ada satu hal berharga yang aku dapatkan selami liburan.
Pengalaman yang lebih berarti dari pada hanya sekedar bertemu dengan orang
tauku yaitu aku berhasil menyelamatkan mahkota seorang wanita mulia. Aku sempat
berpikir kalau saja mereka bukan teman-temanku pasti aku sudah siap
mempertaruhkan nyawaku karena, apa artinya hidup ini kalau tidak bermanfaat
bagi orang lain. Mungkin aku sedikit belajar dari falsafah lilin yaitu bahwa
aku bersedia habis mencair ayalkan bisa memberi terang pada ruangan.