Label

Sabtu, 18 Februari 2012

Hari yang Naas di Malam yang Fitri


Oleh: Richi Richardus Petrus Anyan
Hari ini bukan hari yang menyenangkan, bukan hari yang menyedihkan, tapi hari yang penuh dilema di malam yang fitri. Kala itu hari jumat tanggal 18 September 2009. Sehabis kuliah, aku laiknya kebanyakan teman lainnya, begitu bahagia karena akan dimulainya libur Idul Fitri. Teman-teman lain bahagia karena seben tar lagi mereka akan mudi, sedangkan aku?
Aku bahagia bukan karena mau mudik seperti teman-teman lainnya, tapi aku bahagia karena malam ini aku bisa bernostalgia lagi bersama teman-teman dari daerahku yang kuliah di Jogja. Memang tidak sebahagia teman-taman lain, tapi ada satu kebahagiaan khusus bagi kami anak rantauan.
Perputaran jarum jam seakan terasa cepat, tak ku sadari ternyata sudah pukul enam. Aku mencoba meng-SMS temanku agar bisa menjemput di kos ku. Lima belas menit kemudian, temanku sudah berada di depan kosku. Tanpa mengundangnya masuk, aku langsung menyuruh dia untuk berbalik arah ke tempat tujuan kami. Karena begitu senangnya, tak terasa telah sampai ke tempat tujuan. Memang tidak terlalu jauh, tapi tempat tujuan kami adalah Janti. Di tempat ini, ada banyak sekali teman-temanku. Mereka semua menyambut kedatanganku dengan canda tawa ria.
Satu per satu penak-pernik memori masa kecil pun mulai tercecer seiring berjalannya jarum jam. Kami mengisahkan keluguan dan keplosan masa kecil, sampai mengintari kenakalan masa SMA. Ada kisah lucu, ada kisah menyedihkan, ada kisah menyenangkan, ada juga kisah tragis. Kalau bisa dirasa, seperti permen nano-nano, ramai rasanya.
Mungkin belum terbiasa untuk orang jawa, tapi menurut adat orang Timor, kalau ada teman lama yang baru bertemu, biasanya disuguhkan minuman. Eh…bukan minuman biasa, tapi harus minuman beralkohol. Tujuannya untuk menambah keakraban. Kalau adat sudah seperti itu, kami sebagai anak daerah harus menghormati adat kami.
Dua botol mensen telah habis seiring dengan lontaran banyak kisah yang sudah kami keluarkan juga. Minuman sudah habis, namun masih ada banyak ksah yang belum selesai diceritakan. Satu botolpun didatangkan lagi, tapi kami telah janji kalau habis satu botol ini berarti kami akan berhenti minum.
Kisah nostalgia masa lalu pun dilanjutkan lagi. Satu botol itu pun habis. Sesuai janji, sehabis satu botol, berarti nostalgia pun selesai. Teman-teman kembali ke kos mereka masing-masing. Akan tetapi kantuk belum juga kunjung datang, aku bersama lima orang temanku masih melanjutkan kisah kami, rencananya menunggu kantuk.
Sementara asyik cerita, tiba-tiba seorang teman lama kami datang dengan membawa mobil Avanza berwarna hitam. Kisah kami pun berlanjut. Kami mencoba membuka memori ketika bersama-sama di Atambua, tempat asalku.
Rokok sudah habis, namun terasa malam masih panjang, karena itu kami menyuruh dia untuk pergi membeli rokok, pokoknya apa saja, “Bintang Buana pun boleh,” kata salah seorang temanku. Tak sampai sepuluh menit, dia sudah kembalitapi tidak hanya membawa rokok, dia juga membawa dua botol Anggur Merah. Dalam hati aku begitu bahagi. Kali ini bukan karena bertemu dengan teman lama, tapi karena bisa minum gratis.
Dua botol sudah habis, waktu sudah menunjukan jam dua belas malam, tapi kantuk tak kunjung datang. Temanku mencoba mengajak kami untuk bermai ke benteng, katanya sudah agak sepi. Karena ramai-ramai ke benteng, aku pun ikut.
Kisah pun berlanjut panjang. Di perjalanan, kami masih membeli lagi tiga botol Mensen, dua botol Bir, dan lima botol Anggur Merah. Sesampai kami di benteng, kami mencari tempat untuk pakir mobil, sekalian tempat yang enak untuk minum.
Aku bertugas untuk membagikan minuman. Sebenarnya ada satu kebanggaan khusus bagi orang yang membagikan minuman, karena selain orang itu bisa membuat takaran yang sama, orang yang membagikan minuman juga merupakan orang yang dihormati. Karena itu saya membagikannya dengan senang hati.
Sambil minum, memrokok, dan benostalgia, tiba-tiba ada beberapa orang pengamen yangdatang ingin bergabung. Karena tujuan minum juga untuk mencari teman, kami pun menyambut kedatangan mereka. Para pengamen itu, tidak terlalu banyak minum, lalu mereka pergi untuk mencari tempat penginapan sekedar untuk beralas kepala.
Ada satu hal yang unik dari pada pengamen itu bahwa di antara gerombolan itu, ada seorang wanita yang sebaya dengan kita. Akan tetapi ketika para temannya pergi untuk mencari tempat untuk tidur, hanya dia seorang diri yang tidak mau mengikuti teman-temannya. Sebenarnya dia memita kami untuk meng antarnya ke Kusuma Negara.
Ketika teman-temannya pergi, timbul pikiran jahat di otak teman-temanku. Awalnya saya yang membagikan minuman, tapi mereka berencana untuk membuat mabuk wanita ini, salah seorang temankupun mengambil alih untuk membagikan minuman. Sebenarnya saya sudah menegur mereka agar jangan berpikiran jahat terhadap wanita itu. Namun apa daya, mereka semua sudah berada dibawah pengaruh alkohol termasuk saya. Anehnya lagi, wanita itu tidak mau pergi meninggalkan kami.
Karena pengaruh alkohol sudah terlalu tinggi, mereka memaksa untuk cepat pulang. Tujuannya agar bisa secepatnya memperkosa wanita itu. Seketika ada perasaan sedih dalam hatiku. Walau aku tidak memiliki seorang saudari, setidaknya aku masih punya seorang ibu dan teman-teman wanita yang patut dihargai. Perasaan dan pikiran inilah yang membuat aku selalu menegur teman-temanku yang lain.
Di sepanjang jalan pulan, aku terus mencoba menegbur teman-temanku yang berpikiran jahat terhadap wanita itu. Selain itu aku juga sesekali berdoa kepada St. Michael agar bisa melawan kuasa jahat yang ada dalam dir teman-temanku. Karena melihat aku yang tidak senang dengan perbuatan mereka, akhirnya teman-temanku pun takut untuk melalukan perbuatan keji itu. Akhirnya saya memaksa mereka untuk menurunkan lagi wanita itu di jalan Kusuma Negara.
Dari pengalaman ini, ada satu hal berharga yang aku dapatkan selami liburan. Pengalaman yang lebih berarti dari pada hanya sekedar bertemu dengan orang tauku yaitu aku berhasil menyelamatkan mahkota seorang wanita mulia. Aku sempat berpikir kalau saja mereka bukan teman-temanku pasti aku sudah siap mempertaruhkan nyawaku karena, apa artinya hidup ini kalau tidak bermanfaat bagi orang lain. Mungkin aku sedikit belajar dari falsafah lilin yaitu bahwa aku bersedia habis mencair ayalkan bisa memberi terang pada ruangan.
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: