Ada banyak sekali keprihatinan yang muncul
akibat mundurnya gerakan mahasiswa saat ini. Hal ini dapat dilihat dari study
oriented yang diprioritaskan oleh mahasiswa. Selain itu, mahasiswa sekarang
menjadi lebih apatis terhadap permasalahan yang terjadi di sekitar mereka.
Mahasiswa baru bisa bergerak kecuali permasalahan itu datang dan menimpa diri
aaatau organisasi yang berhubungan dengan dirinya. Berbanding terbalik dengan
gerakan mahasiswa yang terjadi pada pra-kemerdekaan atau pada saat
penglengseran rezim Orde Baru.
Kalau boleh dianalisa, kemunduran pergerakan
kemahasiswaan ini disebabkan oleh hilangnya motor penggerak. Pada pra
kemerdekaan bangsa ini, mahasiswa bergabung dengan semua elemen masyarakat
bergerak bersama melawan penjajah. Begitu juga dengan era penglengseran
Presiden Soeharto. Walaupun pada era yang berbeda, dan musuh rakyat pun
berbeda, tapi ada satu kesamaan. Sebagai conton, pada masa pra-kemerdekaan,
masa digerakan oleh orang-orang tertentu seperti Soekarno, Cs. Saat itu masa
bersama-sama mendengarkan satu komando yaitu dari Soekarno.
Berbeda waktu, berbeda pula motor penggeraknya.
Hal itulah yang terjadi pada masa penglengseran rezim Soeharto. Pada saat itu,
tidak dapat dipungkiri kalau ada orang dibalik gerakan masa, atau yang sering
dikenal dengan “kaum intelektual kampus”. Kaum intelektual kampus ini tidak
hanya terdiri dari mahasiswa saja, tapi juga ada banyak sekali kalangan seperti
Amien Rais, Abdulrahman Wahid, Budiman Sujadmiko, dan lain sebagainya daari
kalangan yang berbeda. Mereka inilah yang menjadi otak dari semua gerakan yang
terjadi saat penglengseran Rezil Orde Baru. Mereka inilah yang menjadi
inspirator dari berbagai gerakan yang terjadi saat itu.
Akan tetapi, hal itu sudah tidak ada lagi saat
ini. Berbagai aksi yang dilakukan oleh mahasiswa saat ini, timbul dari
kesadaran masing-masing organisasi mahasiswa. Hal ini berujung pada gerakan
mahasiswa yang terpecah. Dapat diambil contoh, pada saat demonstrasi mahsiswa
berkaitan dengan kasus Century, di Yogyakarta pada hari yang bersamaan, ada
sampai tujuh titik dengan masa yang berbeda dalam jumlah sedikit. Hal ini
berujung pada aspirasi mahasiswa yang tidak ditanggapi oleh pemerintah.
Hilangnya kaum intelektul kampus ini tidak
hanya berpengaruh pada pergerakan klemahasiswaan saja, tapi juga pada diri
mahasiswa itu sendiri untuk berorganisasi dan peduli akan berbagai permasalahan
yang terjadi di sekitarnya. Atau dengan kata lain mahasiswa semakin apatis
dengan berbagai permasalahan yang terjadi di sekitarnya. Walaupun keapatisan
mahasiswa tidak hanya terjadi karena hilangnya “mesin Penggerak”, tapi juga
karena konstruksi sosial yang senga di bentuk. Akan tetapi dengan hilangnya
motor penggerak ini semakin memperparah keapatisn mahasiswa, karena tidak ada
lagi orang atau tokoh yang bisa meyakinkan mahasiswa akan pentingnya
berorganisasi dan peduli terhadap berbagai permasalahan yang terjadi di
sekitarnya. Pertanyaannya, apakah kita juga mau tinggal diam melihat hal ini
terjadi?