(Sekilas
Tentang Merapi)
Oleh:
Richi Richardus P Anyan
Pengungsi
korban letusan Gunung Merapi di daerah Magelang masih sangat membutuhkan
bantuan logistik. Sampai saat ini, para pengungsi menyebar tidak hanya di
barak-barak yang diakui oleh pemerintah saja, tapi juga di rumah-rumah warga
yang masih sangat minim bantuan. Keadaan inilah yang membuat kami memutuskan
untuk segera memberikan bantuan ke daerah Magelang.
Hari itu,
Senin, 8 November 2010, sekitar pukul 19.30 kami mulai berangkat dari Posko
Utama Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) di LPM Keadilan Fakultas
Hukum UII, Jalan Taman Siswa 158 untuk mengantarkan bantuan ke desa sekitar
Borobudur, Kabupaten Magelang. Inilah kali pertama kami mulai memberikan
bantuan berupa barang kepada para pengungsi.
Selama ini yang
kami lakukan adalah bantuan berupa tenaga di tiap-tiap barak pengungsian di
Kecamatan Mlati, Kabupaten Sleman yang masih kekurangan bantuan. Selain itu
kami juga memberikan bantuan berupa data-data dan informasi yang kami punya ke
jaringan yang kami punya untuk memberikan bantuan kepada para pengungsi.
Kami berangkat
dengan mengunakan Mobil FH UII. Cuaca saat itu tidak cerah. Hujan rintik-rintik
membuat jalan menuju Magelang yang awalnya penuh dengan debu harus berubah
menjadi lumpur yang licin. Kami jalan secara perlahan dan sangat hati-hati.
Di jalan
sekitar Muntilan tidak seperti biasanya. Suasana sepi, hanya satu dua orang
yang masih berkeliaran di sekitar jalanan. Pintu rumah-rumah warga di sekitar
jalan ditutup rapat. Lampu pun padam. Hanya ada sedikit warung bakso yang masih
buka walau pengunjungnya juga sepi. Ada banyak pepohonan di tepi jalan yang
tumbang. Kota yang banyak masyarakatnya dan biasanya dibisingkan oleh
lalu-lalang kendaraan ini terlihat seperti kota mati.
Wajar saja,
kota ini sering duhujani debu dan pasir, bahkan sesekali ada hujan kerikil.
Banyak warga di daerah sini pun sudah mengungsi karena ketakukan.
Perjalanan kami
pun akhirnya tiba di tempat tujuan. Kami memberikan bantuan kepada para
pengungsi di Balai Desa borobudur. Kami langsung menghubungi Pak Ari yang merupakan
camat setempat yang sudah dari hari pertama berada di tempat pengungsian yang
berfungsi sebagai koordinator utama untuk delapan barak pengungsian yang ada di
daerah kecamatannya.
Kami memberikan
bantuan berupa mie, masker, Susu Bayi, Susu Ibu Hamil, dan lain sebagainya.
Bantuan tidak terlalu bayak, tapi ini adalah bantuan yang diberikan atas dasar
kepedulian akan kemanusiaan.
Bantuan yang
masuk belum terlalu banyak sedangkan pengungsia yang ada di daerah ini ada
sekitar 2000-an jiwa. Masih ada banyak kebutuhan yang belum teratasi di daerah
ini. Susu Bayi, Bubur Bayi, Pakian dalam, minyak goreng, sandal, tikar,
selimut, dan kebutuhan lainnya.
Setelah
memberikan bantuan, kami langsung beranjak ke tempat lainnya. Tujuannya adalah
daerah Klaten. Karena itu kami harus kembali lagi ke jogja. Akan tetapi niat
ini harus diurungkan untuk sementara waktu.
Krrring… Bunyi
HP salah seorang teman bebunyi. Sehabis berbincang di telepon kami langsung
diberitahukan bahwa ada salah satu barak di dekat Gontor 6 Magelang ada
permasalahan dengan pemerintah. Inti dari hasil obrolan via HP adalah mereka
butuh bantuan PPMI untuk mengadvokasi masalah mereka.
Kami saat itu
juga langsung memutuskan untuk berangkat ke barak pengungsi di daerah dekat
Gontor 6. Tujuan kami adalah mengadakan pembacaan mengenai permasalahan yang
ada di sana.
Tak satu pun di
antara kami yang tahu jalannya. Kami hanya dijelaskan jalan menuju Gontor 6 via
HP. Sepanjang jalan kami mencoba untuk melihat ke kiri dan ke kanan,
jangan-jangan ada tulisan Gontor 6. Kata orang yang menelpon kalau Gontor 6 ada
di kanan jalan. Setelah dicari-cari ternyata tulisan Gontor 6 ada di kiri
jalan. Penjelasan yang ada di tulisan itu bahwa Gontor 6 masih 6 KM lagi. Kami
pun langsung meluncur ke sana.
Beberapa kali
kami harus bertanya pada warga sekitar. Tiba di satu barak pengungsian yang
berada di rumah warga, kami menanyakan lagi, mereka pun ternyata menjelaskan
tidak terlalu rinci. Akan tetapi di tempat ini kami menurunkan beberapa bantuan
untuk para pengungsi.
Setelah itu kami
pun kembali lagi harus mencari dan mencari dimana Gontor 6 berada. Kembali lagi
kami harus betanya ke rumah-rumah warga. Akhirnya melalui pejalanan yang
membingungkan itu, kami pun tiba di tempat tujuan.
Kami langsung
disambut oleh beberapa orang yang mengurus di barak ini. Ini merupakan salah
satu dari sekian banyak barak yang berada di rumah warga dan masih sulit
terlacak oleh banyak orang untuk memberikan bantuan. Jumlah para pengungsi di
sini ada sekitar 700 jiwa.
Kami langsung
mencoba membahas pemsalahan yang mereka hadapi. Selama ini meraka belum
mendapat bantuan dari pemerintah setempat, termasuk akses kesehatan pun tidak
diberikan.
Mereka selama
ini mengandalkan bantuan dari warga setempat dan beberapa mahasiswa dari
Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) Ekonomika Fakultas Ekonomi Universitas Islam
Indonesia (FE UII) dan beberapa mahasiswa dari UGM. Karena kurangnya bantuan
berupa kesehatan, warga setempat berusaha untuk mendatangkan Mahasiswa UGM
Fakultas Kedokteran untuk membatu beberapa pengungsi yang sakit. Tanggapan dari
Mahasiswa UGM pun cukup baik. Mereka besedia untuk datang.
Akan tetapi,
keadaan bercerita lain. Ketika mahasiswa UGM tiba ternyata akses mereka
dipersulit oleh pemerintah setempat. Hal ini membuat warga setempat dengan
pemerintah sempat bersitegang. Akhirnya permasalahan ini bisa diselesaikan
dengan baik. Akan tetapi, warga setempat masih terus waspada jangan-jangan
terjadi lagi hal serupa, tidak hanya untuk tempat tesebut, tapi juga
tempat-tempat lain yang menjadi barak pengungsian korban merapi.
”Kami hanya
berusaha membantu atas dasar kemanusiaan. Walau di sini masih sangat kurang
bantuan karena media terlalu terpusat di Jogja yang membuat bantuan begitu
banyak masuk ke sana, tapi harapan kami orang-orang yang memberikan bantuan
tidak melupakan kami karena tidak hanya jogja yang membutuhkan bantuan, tapi
daerah sekitar Merapi yang menjadi tempat pengungsian pun masih sangat
membutuhkan bantuan,” kata Bapak Widodo salah seorang ‘sesepuh’ daerah Gontor
6.
Artike
ini dimuat di Pesma.com