Suatu era baru Kota Gadis telah dimulai dari LPM AL-Fath UII Madiun. Diklat dasar Jurnalistik yang dilakukan dari 28-30 Oktober 2011 ini memunculkan calon-calon jurnalis handal di masa depan. Aku bangga bisa menyaksikan dari dekat bagaimana para calon jurnalis muda ini berdinamika. Mereka inilah yang akan mencatat sejarah masa depan kota Lubang Buaya tersebut.
Dari beberapa liputan yang mereka buat, suara kaum termarjinalkanlah yang mereka suarakan. Dari Sekolah Luar Biasa (SLB) Bu Hartini sam[pai Wisma Harapan, salah satu tempat karokean di kota basis terakhir PKI ini coba mereka kupas. Tidak hanya itu, dari pasar yang menjadi pusat perekonomian masyarakat Madiun sampai suara sumbang Lahmini yang menyesalkan kinerja pemerintah yang lamban dalam merenovasi pasar pun mereka suarakan.
Mereka mencari data melalui observasi dan wawancara layaknya seorang jurnalis profesional. Modal keberanianlah yang menghantarkan mereka ke tempat prostitusi, walau mereka tahu seribu bahaya mengetahui.
Semangat awal sebagai jurnalis handal sudah mereka punyai. Namun masih ada beberapa kesalahan subtansial yang ada dalam karya mereka. Misalnya dari segi kebahasaan. Efesiensi kalimat, tanda baca, dan kesalahan berbahasa lainnya dilakukan beberapa kali dalam karya mereka. Selain itu, kemenarikan judul, lead tulisan, dan kutipan langsung perlu lagi mereka pelajari. Akan tetapi, di antara banyak kesalahan yang mereka lakukan, semangat mereka patut diacungi jempol.
“Tidak hanya tuan-tuan yang besuara di sisni, tapi mereka pun patut disuarakan.” Begitulah titah Tirto Adhi Surya. Mereka inilah Tirto Adhi Surya yang hidup di masa kini. Mereka inilah yang akan membuat kenyataan-kenyataan baru sebagai kata dan makna dalam kamus umat manusia. Mereka inilah Pramudia Ananta Toer masa depa.