Minggu, 11 November 2012
Negaraku Negara Komik
Oleh: Richi Anyan
Terlintas candaan dalam sebuah diskusi bahwa apa benar negara ini negara
komiknya Sang Penguasa? Apakah kita hanya gambar dalam imajinasi yang mereka dituangkan
dalam komik politik yang akan mereka buat? Kita bukan pensil yang digunakan
untuk gambar. Kita adalah gambar-gambar yang mereka buat melalui banyak kontrak
politik dan negara hanyalah kertas putih yang siap di gambar. Lalu apa hubungan
dengan berbagai konflik saat ini? Apa benar negara ini negara komik? Mari kita bahas.
Menanggapi berbagai isu penculikan yang terjadi akhir-akhir ini di Mataram,
mungkin ada benarnya kalau isu ini merupakan isu lokal. Mungkin ada benarnya
juga kalau isu ini terkait dengan faktor
ekonomi masyarakat. Namun saya secara pribadi menolak isu ini dilokalkan. Lebih
tepatnya, saya menolak isu ini dibuat lebih sederhana pada lokalitas Mataram
saja.
Bagi saya isu dengan cara yang sama terjadi di beberapa wilayah negara ini.
Wilayah Indonesia Barat, ada perang kampung di Lampung. Di Indonesia bagian Tengah,
ada isu penculikan yang terjadi di Mataram. Di Indonesia bagin Timur, ada isu
teroris. Ketiga kasus ini memiliki satu garis lurus.
Ketiganya menggunakan modis yang sama yaitu provokasi walau media yang
digunakan berbeda-beda. Sebagai contoh, di lampung menggunakan modis provokasi
melalui lisan. Artinya penyebaran isu
dari mulut ke mulut. Dari kasus di Mataram, modis yang digunakan adalah
provokasi melalui sms. Mengapa di ketiga tempat ini menggunakan modis yang sama
yaitu provokasi? Apa benar otak kerusuhan dari masing-masing daerah ini
berbeda-beda?
Apapun model konfliknya, tapi hanya ada satu
kesimpulan yang dapat kita tarik, mengikuti perkembangan media-media nasional,
bahwa negara ini lagi dalam masalah besar. Itu berarti keamanan nasional lagi
gonjang-ganjing.
Saya penasaran dengan isu kerusuhan yang terjadi akhir-akhir ini. Rasa
penasaran inilah yang membuat saya melakukan diskusi dengan beberapa orang.
Diskusi dilakukan tidak hanya melalui media online saja, tapi juga diskusi
terbuka.
Pada diskusi-diskusi tersebut, kami membahas latar belakang dari semua
permasalahan saat ini. Bagi kami setiap permasalahan pasti ada motif. Motif
inilah yang mengadakan sebab untuk menjadi sebuah akibat. Karena itu, kami coba
mencari motif dari semua konflik saat ini. Mengapa ini sangat penting untuk
dibahas atau dikaji, tidak hanya kami, tapi oleh kita semua?
Indonesia adalah sebuah negara komik yang pintar memainkan isu. Pernyataan
ini mungkin sudah sangat lazim kita dengar. Mungkin juga masih asing bagi
sebagian kecil orang. Mugkin juga pura-pura asing bagi mereka yang memainkan
isu tersebut. Hanya perlu diingat, bahwa tidak semua rakyat indonesia bisa
dibodohi!
Masih terbesit dalam pikiran kita semua ketika kasus Century akhirnya redup
perlahan dengan munculnya isu Ariel dan Luna maya. Ketika terjadi banyak
desakan mayarakat ke pemerintah untuk menuntaskan kasus Century, malah isu ini
bisa dikalahkan dengan Isu Ariel dan Luna Maya. Kasus Century belum tuntas,
bahkan hingga detik ini. Bagaimana isu Century bisa dikalahkan oleh durasi film
15menit-an? Jawabannya sederhana. Pengalihan isu ini dapat dilakukan oleh
media, karena media sekarang adalah media yang sarat politik.
Isu lain lagi adalah isu Undang-Undang Perguruan Tinggi (UU PT). Sebelum
ada pengesahan undang-undang ini, mayarakat ditimpa isu yang lain lagi yaitu
isu BBM. Karena media banyak mengangkat isu BBM, maka isu ini akhirnya lebih
dominan dikawal oleh masyarakat. Perjuangan masyarakat selama berminggu-minggu
itu akhirnya mencapai suatu keberhasilan semu karena keputusannya adalah BBM
dapat naik kapan pun.
Rakyat juga manusia. Rakyat punya rasa cape. Rasa cape inilah yang
dimanfaatkan oleh “mereka” untuk mengesahkan UU PT.
Metode yang hampir sama juga terjadi saat ini. Ada motif dari semua sebab
sampai pada akibat yang kita alami saat ini. kembali lagi, media sebagai jalan mengarahkan
konstruksi berpikir mayarakat.
Saya teringat akan kata Musolini, mantan Perdana Mentri Italia yang
mengatakan “Berikan aku satu media, maka aku akan siap mengalahkan satu
batalion tentara lawan.” Apa yang dikatakan oleh Musolini itu terbukti saat
ini. Perdana mentri yang terkenal diktator itu sangat paham salah fungsi media
yaitu membentuk wacana publik.
Media sebagai alat pembentuk wacana publik seharusnya mengambil peran yang
cukup besar dalam mencerdaskan mayarakat. Caranya adalah melalui pemberitaan
yang edukasi. Bagi saya, media cukup paham akan hal ini.
Akan tetapi, semuanya kini berbanding terbalik. Media saat ini hanya
menampilkan berbagai permasalahan, berbagai bencana yang ada di negri ini.
Tujuannya jelas. Media hanya mau mengkonstruksi pemikiran masyarakat bahwa
Indonesia sedang dalam masalah besar. Indonesia diambang kehancuran. Karena
itu, Indonesia butuh pemimpin yang baru. Siapa orang yang cocok menjadi
pemimpin yang baru nanti? Pemimpin yang baru adalah mereka yang mampu membayar
media lebih besar untuk promosi politik. Lucu, tapi itulah adanya.
Media saat ini hanya sebagai alat propaganda para penguasa. Media bukan
lagi sebagai alat dimana menyuarakan masyarakat. Media bukan lagi sebagai alat
yang mendidik masyarakat. Mungkinkah kita perlu kembali mengingat petuah Tirto
Adhi Suryo, pendiri media pribumi pertama di Indonesia? “Tidak hanya tuan-tuan
yang bersuara di sini, merekapun patut
disuarakan”, titahnya.
Sebenarnya saya tidak mau menyalahkan media. Saya hanya ingin mengingatkan
lagi media untuk mengambil perannya dalam mencerdaskan hidup bangsa. Media
harus mengambil perannya sebagai jurnalime damai, bukan malah membuat konflik.
Itu saja.
Kembali ke masalah awal. Bicara soal berbagai kasus yang terjadi di
Indoneia saat ini sangat sarat dengan kepentingan. Namun apa yang sebenarnya
ada dibalik berbagai kasus yang ada saat ini?
Berbagai konflik yang terjadi, baik di Lampung, Poso, dan Mataram , selalu
berujung pada satu solusi yang sama dari berbagai tokoh yaitu Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Kamtibmas). Itulah solusi yang
digembar-gemborkan saat ini.
Apakah benar itu solusinya? Bagi saya itu bukan solusi yang tepat. Solusi
yang paling tepat saat ini adalah berhentilah mempermainkan rakyat Indonesia.
Berhentilah memperjudikan berbagai kebijakan di Indonesia. Berhentilah
memperjudikan hukum di Indonesia. Berhentilah membohongi masyarakat untuk
kepentingan segelintir orang. Berhentilah!
Ingat berbagai kasus yang terjadi saat ini terjadi hampir bersamaan di
berbagai daerah. Apakah itu suatu kebetulan? Kebetulan-kebetulan apa lagi yang
akan dibuat? Konflik yang terjadi di berbagai daerah saat ini terjadi bersamaan
dengan sedang dibahasnya RUU Kamnas!
2 Comments
2 komentar:
-
-
mustahil* ada media** yang bersih di dalam sistem yang kotor.
*hampir
**stasiun TV tingkat nasional - 11 November 2012 pukul 23.08
-
-
benar bung, RUU Kamnas memang sedang dikaji, tapi selama pengkajian itu semakin banyak kerusuhan secara masiv di berbagai daerah, ini juga indikasi untuk melancarkan RUU menjadi UU, sebelum RUU diajukan, konflik seperti ini juga kurang populer di masyarakat. Kasus-kasusnya pun tidak masuk akal, seperti kerusuhan di kampung Bali, gara-gara pelecehan sex saja bisa bunuh belasan orang, yang jadi pertanyaan kan kenap tidak pelaku saja yang di hukum kenapa kampung yang menjadi sasaran, itu kan juga sudah janggal... kasus yang kedua pun juga sama janggalnya dan sangat tidak masuk akal...
- 14 November 2012 pukul 11.55
Langganan:
Posting Komentar (Atom)