Oleh: Richi Richardus
P. Anyan
“Ada anak yang aktif
setelah 4 tahun nggak naik kelas. Di rumah dimarahi, di sekolah juga
dimarahi. Tapi karena sekarang ia rajin, dan naik kelas, malah nggak
mau sekolah di tempat kami lagi,” tutur Bapak sandiman.
Bapak Sandiman sudah 13
tahun bekerja sebagai pengajar di SekolahAlternatif SD Mangunan yang
berada di daerah Kalasan Yogyakarta. Ada bayak sekali tenaga pengajar
lainnya yang datang dan pergi dai Sekolah Alternatif ini karena
banyak sekali alasan, tapi satu alasan yang pasti yaitu gaji yang
tidak mencukupi biaya hidup mereka. Ada juga banyak kisah yang telah
ia lalui bersama Sekola Alternaif yang didirikan Oleh Rm. Mangun ini.
Awal mula sekolah ini
didirikan karena pendidikan di Indonesia yang semakin mahal sedangkan
jumlah orang misin di Indonesia pun semakin banyak. Pendidikan di
Indonesia saat ini makin menjurus ke komersialisasi, dari pakian
sampaipada buku pelajaran.
“Pendidikan yang
menjurus ke komersial, dari pakaian, sekolah bekerja sama dengan
suatu perusahaan untuk membuat seragam, sekolah mendapat keuntungan,
kemudian dari buku. Dari buku tulis saja, walaupun sudah ada buku
elektronik, dan itu bisa dibeli dengan harga yang cukup murah, tapi
sekolah masih saja menawarkan buku-buku yang lain,” demikian kata
pak Sandiman ketika diwawancrai oleh wartawan LPM natas.
Menurutnya pendidikan
yang bermutu itu tidak harus mahal. Hal ini berbanding terbalik
dengan paradigma umum kalau pendidikan mahal itu bermutu. Dari sarana
dan prasarana iya setuju, tapi ada cela-cela yang tidak diikuti
perkembangan pribadi anaknya . “ Sekolah mahal pasti fasilitas
bermutu, tapi apakah diikuti perkembangan anaknya? Nanti dulu!”.
Selain pendidikan yang
makin mahal di negara ini, kurikulum pendidikannya pun tidak efektif.
Kurikulum dilihat dari jam tujuh samapi jam satu siang, itu sangat
tidak manusiwi menurut pak Sandiman. Dari sigi pelajarannya, anak SD
sekarang sudah belajar 13 mata pelajaran, belum ditambah Muatan
Lokal, ini sanga rumit dan tidak relevan. Kalau kita mau melihat dari
metodologi pengajarannya tidak sistematis. Metode berubah cepat, tapi
gurunya tidak mengalami perubahan.
“Metode berubah cepat,
tapi guru tidak mengalami perubahan, sehingga kita tidak sempat kita
melakukan evaluasi. Jebolan tahun‘90 sama sekarang menurut saya
nggak ada bedanya, padahal kurikulum udah ganti-ganti,
kan aneh sekali. Situasinya begitu runyam.”.
Saat ini masih banya
sekali masyarakat yang terbuai pada paradigmanya bahwa pendidikan
yang mahal adalah pendidikan yang bermutu. Akan tetapi mereka lupa
bahwa ada banyak sekali masyarakat Indonesia yang hidup di bawah
garis kemiskinan.
Berdasarkan data BPS,
penduduk miskin di Indonesia pada tahun 2003 mencapai 37 juta
jiwa.mayoritas kau miskin ini hidup di daerah pedesaan dengan
fasilitas untuk menopang kehidupan mereka sehari-hari sangat terbatas
(pikiran-rakyat.com). Keberadaan rumah sakit, sekolah di banyak
pedesaan di Negara kita masih belum mampu mengakomodasi hak-hak dasar
kaum miskin. Kehidupan mereka yang secara finansial amat lemah
semakin membuat mereka sulit untuk mengakses fasilitas-fasilitas
pendidikan atau kesehatan yang jumlahnya sangat terbatas itu.
Jika banyak dari
masyarakat yang sampai saat ini masih sulit mengakses kebutuhan dasar
seperti pendidikan bagaimanakah program pendidikan 9 tahun dari
pemerintah dapat berjalan? Tidak mertanya pembagunan di Indonesia
telah membuat sebagian wilayah terisolasi. Sebagai contoh, masih ada
banyak sekali wilayah yang belum memiliki sarana transportasi dan
komunikasi yang memadai.
Kekecewaan terhadapa
pendidikan Indonesia yang mahal, merata di semua bidang pendidikan
yang menjadi kewajiban negara. Metodologi pembelajaran di sekolah
terutama negeri yang didukung langsung dari pemerintah, meletakan
anak sebagai objek. Evaluasi pendidikan nasional mengandalkan
evaluasi seragam dan kolektif. Anak tidak dilihat kemampuan individu
dan keunikannya.
“Semua pintar jika
memenuhi nilai-nilai tertentu yang dikuantifikasi dalam bentuk angka,
ini menyedihkan,” tutur pak sandiman.
Di ujung tahun 2007
lalu, Gerhard Ertl, pemenang Nobel Kimia tahun itu, kembali
mengemukakan bahwa ilmuwan harus menerobos batasan disiplin ilmu
untuk membuat pemecahan atas beberapa pertanyaan tentang tantangan
besar ang belum terjawab bagi ilmu pengetahuanya itu menyatu seiring
waktu.
Oleh kerna itu, sekolah
alternatif mencoba keluar dari siklus ini, mencoba mengoptimalkan
kemampuan guru untuk menlai poten si siswa. Kemampuan tidak diukur
dari nilai saja, tapi juga sosial dan personal mereka.
Konsep dasar dari
pendidikan alternatif yaitu menciptakan pendidikan yang memiliki
tujuan. Sebagai salah satu contoh yaitu sekolah alternatif SD
mangunan. Sekolah inimemliki konsep dasar yaitu bagaimana menciptakan
pendidikan yang kritis, egaliter, dan emansipatoris.
“Konsep dasar kita
bagaimana menciptakan pendidikan kritis, egaliter, emansipatoris.
Ujung-ujungnya bagaimana menciptakan pendidikan sebagai alat
perlawanan. Sekolah alternatif kita nggak jauh beda dengan
konsep Romo Mangun. Di wilayah konsep dasar, mungkin hanya satu dua
item yang berbeda, tapi di wilayah prakteknya kita agak berbeda.
Waktu awal saya masuk kita juga ada training dari DED. Kita
fokusnya ke pendidikan, tapi proses belajar mengajar bisa lebih luas
lagi,” ucap pak Sandiman.
Kelebihansekolah
alternatif
Sumber daya
manusia harus didefinisikan bukan dengan apa yang sumber daya manusia
lakukan, tetapi dengan apa yang sumber daya manusia hasilkan (David
Ulrich). Penilaian dengan angka dan symbol tidak dapat menjelaskan
semuanya. Angka Sembilan tidak dapat menjelaskan apa kelebihan dan
kekurangan dari anak itu.
Sekolah Alternatif
biasanya melakukan penilaian dengan menggunakan narasi. Mereka
mencoba untuk menjelaskan apa yang jadi kelebihan dan kekurangan
anak. Akan tetapi mereka mencoba untuk menggunakan dua model
penilaian dalam raport. Mereka menggunakan symbol karena tidak semua
sekolah lanjut bias menerima penilaian naratif. Penilaian dengan
menggunakan simbol dibuat hanya untuk mempermudah anak yang ingin
melanjutkan sekolah kejenjang pendidikan yang lebih tinggi.
“Anak-anak kita puji
dengan: baik, tidak baik, dan hebatnya minta ampun. Kalau sudah
selesai, kita puji aja dia. Nah, kalau pentas baru kita kasih
tahu, kamu kurang ini, kurang itu. Kita disiplinkan kalau mereka mau
pentas. Supaya anak tau kelemahannya dari diri sendirinya juga.
Raport kita ada dua, nilai berupa simbol dan narasi. Kenapa kita
masih menggunakan simbol adalah karena tidak semua sekolah lanjutan
bisa menerima penilaian naratif untuk mempermudah anak yang ingin
melanjutkan ke jenjang pendidikan selanjutnya,” demikian kata pak
Sandiman.
Di Yogyakarta, ada
banyak sekali sekolah alternantif. Sekolah-sekolah alternatif ini
mencoba untuk tidak menjadikan anak objek dari pendidikan, tapi anak
diajak untuk berpikir tentang apa dan bagaimana ilmu itu diterapkan.
Kasarnya, selama Pendidikan kewarganegaraan masih menghafal burung
garuda, matematika masih menggunakan Lembaran Kerja Siswa, itu bukan
alternatif.
Sekolah alternatif itu
pilihan, tapi karena padat jadwal, orang tua mamenarik anaknya dengan
alasan tidak dapat apa-apa. Mereka banyak bernggapan kalau pendidikan
yang baik itu adalah pendidikan yang menjadikan anaknya makin pintar
dan patuh.
“Sekolah alternatif
ini pilihan. Tapi karena padat jadwal, dan orang tua menarik anaknya
dengan alasan tidak dapat apa-apa, malah anak-anak lebih berani,
lebih berani sama orang tua, Bagi orangtua, anak disekolahkan untuk
menjadi makin pintar dan patuh, itu ciri sekolah yang baik,
katanya….Orang tuamemang punya peran penting. sekarang saya sadari
kita nggak mungkin mendirikan sekolah yang beda pemahaman
dengan ortu, kita bisa memenangkan empati anak, tapi kalau orang tua
nggak terlibat, tidak bisa” ucap Pak Sandiman.
Sekolah alternatif tidak
diadakan tiap hari kaena biasanya rutinitas itu mambosankan. Selain
itu, sekolah alternatif memiliki kekurangan Sumber Daya Manusia atau
tenaga pengajarnya.
Sekolah alternatif tidak
menerapkan absensi. “Masuk boleh, nggak juga boleh, terserah
dia,” terang kepla sekolah altrnatif SD Armatia.
Sebenarnya sekolah
alternatif berfokus di pendidikan.Namun pendidikan tidak hanya fokus
di pendidikan semata. Ada tigahal yang menjadi perhatian utama dari
sekolah altenatif yaitu: 1) RPA adalah gerakan social yang konsisiten
di bidang pendidikan. Menurut Ki Hajar Dewantara; sekolah keluarga
dan masyarakat.Terminologi itu yang membuat mereka ingin tahu keadaan
masyarakat sebelum mereka masuk kesuatu Daerah. 2) Kegiatan Belajar
Mengajar. Ada tiga konsep dasar materi yaitu: a) Ilmu Alam dan
Logika, b) Ilmu Sosial, dan c) Bahasa. 3) Sekolah sebagai
Laboratorium Ilmiah.
Kebanyakan sekolah
alternative lebih menyiapkan anak-anak untuk berkarya daripada
menyiapkan mereka ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Namun
mereka juga berusaha mncaikan beasisiwa bagi siswa yang tidak mampu.
“Kemaren ada beberapa
yang baru lulus dari SMP, kita carikan pekerjaan. Paling tidak kita
membantu lah, karena sekolah dalam asumsi mereka dan orang tua adalah
untuk cari kerja. Ya... nggak mungkin kita bayangkan mereka
akan kuliah di S1 UGM Fakultas Kedokteran. Itu sesuatu yang mustahil,
ngawur. Ya kita harus realistis juga,” terang pak Sandman.
KekuranganSekolahAlternatif
Ada dua masalah besar
yang menerpa sekolah alternative yaitu tenaga kerja dan dana. Kurang
baiknya sistem kaderisasi pada tenaga kerja membuat mereka selalu
kehilangan atau kekurangan tenaga kerja.
Hal mendasar yang
membuat kebanyakanb tenaga pengajar tidak mau bekerja di sekolah
alternatif karena gaji. Orang yang bekera di sekolah alternatif
mendapatkan gaji sekitar seperempat dari gaji pegawai negeri.
Biasanya sekolah
alternatif itu palng banyak memliki 15 orang tenaga pengajar. Dahulu,
tenga pengajar kebanyakan adalah aktivis, tapi sekarang tenaga
pengajar adalah orang-orang yang memiliki hobi di bidang pendidikan.
“Dulu tenaganya
aktivis, ternyata gagal, tapi sekarang, bukan aktivis, hanya sedikit
saja yang aktivis, sekarang kebanyakan, mahasiswa yang hobi. Sekitar
50-50. Aktivis bisanya membangun kesadaran tentang dunia mereka. Tapi
sekarang yang hobi-hobi itu malah lebih militan. Sekarang ada 6-7
pengajar,” ucap pak Sandiman.
Solusi yang diambil
untuk mengatasi masalah dana yaitu dengan mengadakan kegiatan
kecil-kecilan. Orang tua masih ragu-ragu dlam membatu sekolah
alternatif. Dari pihak sekolah juga kesulitan dalam meyakinkan orang
tua dengan indikasi kesenangan anak.
Ada keyakinan yang besar
dari kepala sekolah SD mangunan. Beliau mengatakan bahwa sekolahnya
tetap gratis untuk orang yang miskin saja.
“Kita tetap radikal.
Biarlah tetap orang-orang miskin, toh kami nggak bubar,
walaupun jumlah makin sedikit, itu bagian dari pertahanan kami,
sekolah ini masih berdiri, walaupun kecil, siapa tahu beberapa tahun
ke depan. Artinya manajemen sekolah kami memang agak ‘ngawur’ dan
tidak menerima orang-orang yang kaya, karena yang mampu ya sekolah di
tempat lain, nggak mungkin juga yang mampu mau sekolah di
tempat kita.”
Kendatipun sekolah
alternatif memiliki kedala dalam hal dana dan tenaga pengajar, namun
sekolah alternatif ini telah banyak membantu negara dalam memerangi
kebodohan. Menurut pak Jhon S. Keban, seorang pengawas Yayasan Taman
Siswa mengatakan bahwa pendidikan alternative merupakan sebuah solusi
ditenga-tengah komersialisasi pendidikan. Sekolah alternatif juga
menjadi sebuah alter natif solusi bagi orang-orang yang
berkekurangan.
“Ini menjadi solusi
jika dilihat dari kemampuan ekonomis, di sisi lain anak-anak tidak
akan terlantar dalam memperoleh pendidikan. Tapi sejauh mana properti
sekolah alternatif telah disokong? Perlu ada support melalui
kebijakan anggaran. Ini penting,” tutur salah satu anggota Partai
Golkar ini. “Pemerintah mendengar, berkata ya, tapi tidak ada
interfensi apa-apa. Berarti pemerintah tidak punya tanggung jawab.
Sejauh ini saya melihat belum ada intervensi baik dalam properti
maupun infrastruktur. Jangan jadikan aturan sebagai alasan tidak
memberi dana pada sekolah alternatid, harus ada kepekaan. Ini kan
sebenarnya kewajiban negara,” lanjutnya.
Memang sejauh ini
pemerintah kurang memperhatikan pendidikan, apalagi pendidikan
alternatif. Ada banyak sekali guru atau tenaga pengajar yang
diterlantaran hidupnya di sekolah alternatif. Akibatnya mereka tidak
dapat fokus dalam bekerja sebagai tenaga pengajar di sekolah
alterntif. Sekolah alternatif dianggap sebagai sebah kerja sampingan.
Namun berbeda dengan pak
sandiman. Mennurut dia, walaupun gaji yang dia dapat dari sekolah
alternatif ini relatif sedikit, tapi dia tetap menganggap bahwa
bekerja sebagai guru di sekolah alternatif adalah pekerjaan utama
yang dia lakukan, yang lain adalah pekerjaan sampngan walau
penghasilannya lebih besar.
“Yang bekerja di sini
itu harus gila. Karena kalau dilihat dari sisi materi kerja disini
sangat tidak menguntungkan. Gaji berkisar satandar UPM. Saya pribadi
juga punya pekerjaan selain di sini, perlu membelikan lipstik istri
saya, anak-anak, jadi ya tidak mungkin mencukupi dengan kerja di sini
saja,” tutur pak Sandiman seraya tersenyum.