Oleh: Richi Anyan
“Kata dalah
senjata!” (Sub commandante Marcos)
Kebebasan berpendapat merupakan hak
asasi yang mengakar dalam sistem perundang-undangan. Media massa berfungsi
sebagai pembentuk wacana publik. Oleh karena itu, media massalah yang menurut
Undang-Undang paling dilindungi dari sensor pemerintah. Otonomi media tidak
dipertahankan sebagai nilai itu sendiri tapi karena ia memiliki fungsi dasar
sebagai pembentuk wacana di masyarakat.
Dinamika sosial merupakan bagian yang
tak terelakan dalam kehidupan sebuah universitas. Perubahan-perubahan sosial
masyarakat dan kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh universitas akan selalu
terjadi begitu cepat dan kadang tidak terduga sebelumnya. Perubahan tersebut
bisa menuju ke arah yang lebih baik tapi bisa juga malah membuat kaum tertindas
dan juga mahasiswa menjadi korban kekuasaan dan birokrasi yang kebablasan.
Oleh karena itu, dibutuhkannlah sebuah sikap
kritis dari mahasiswa sebagai calon pemimpin masa depan untuk membuat keadaan
menjadi adil dan bisa membangun wacana publik yang bisa menyadarkan semua pihak
tentang realita yang sedang terjadi sekitarnya. Untuk itu, perlu ada sebuah media gerakan yang memperjuangkan keadlian. Maka hadirlah Lembaga Pers Mahasiswa (LPM) natas yang berperan sebagai
“anjing penjaga” (watch dog) dalam kampus Sanata Dharma denga jargon “Wahana Kreativitas Menuju Akademisi
Kritis”.
SEJARAH SINGKAT LPM natas
Membahas sejarah LPM natas merupakan
sebuah hal yang sangat menarik bagi saya dan mungkin juga teman-teman lain. Saya
mencoba membagi sejarah LPM natas dalam beberapa bagian besar berdasarkan waktu
yaitu awal munculnya LPM natas dan natas era 90-an, natas era 2000-an, natas
sekarang, dan natas nanti....
1.
Awal
Munculnya LPM natas dan natas Era 90-an.
Hakikat sebuah pers tidak hanya sebagai
pemberi informasi, tapi juga sebagai suatu wadah perlawanan. Sejarah Indonesia
membuktikan hal ini. Pada jaman penjajahan Belanda, Pers di Indonesia muncul
sebagai suatu wadah perlawanan yang sangat politis oleh beberapa orang mahasiswa.
Orang-orang ini merasa kalau bangsa Indonesia sudah terlalu jauh dibodohi oleh
penjajah Belanda. Karena itu, pers mucul sebagai suatu wadah pencerahan
terhadap bangsa Indonesia yang membentuk wacana publik.
Begitu pula pada awal kemerdekaan bangsa
ini. Pers pada awal kemerdekaan tidak hanya sekedar memberikan informasi, tapi
juga memainkan perannya dalam memberikan perlawanan terhadap suatu pelencengan
kebenaran.
Pada tahun 60-an, Soeharto muncul
sebagai sosok diktator yang begitu menakutkan. Ada banyak pembantaian,
pembunuhan, penawanan orang-orang yang dianggap sebagai kendala dalam
melaksanakan apa yang ia inginkan, dan sebagainya. Bahkan pintarnya Soeharto,
dia berhasil menindas tidak hanya tidak hanya masyarakat Indonesia, tapi juga
pers yang ada di Indonesia. Akibatnya,
ada beberapa Pers yang dibredel saat itu. Inilah sejarah buram bangsa
Indonesia.
Oleh karena itu, muncul banyak sekali
pers-pers alternatif, salah satunya Pers Mahasiswa. Pers Mahasiswa saat itu
muncul sebagai sebuah media gerakan yang begitu menakutkan orde yang berkuasa.
Bersamaan dengan hal itulah natas pun lahir sebagai sebuah media alternatif
untuk melawan sebuah kuasa tirani.
LPM natas berdiri sekitar tahun 80-an.
Pada waktu itu, ada banyak sekali mahasiswa Sanata Dharma yang cemas memikirkan
jaman. Ada berbagai cara yang dilakukan oleh mereka yaitu dengan berdiskusi
tentang berbagai masalah sosial baik yang sedang terjadi di kampus maupu
kondisi kritis bangsa Indonesia saat itu. Kecemasan itu tidak berhenti di ranah
diskusi saja. Akhirnya mereka sepakat kalau apa yang mereka diskusikan itu
paling tidak diketahui oleh banyak orang. Satu-satunya cara adalah menuliska
apa yang mereka diskusikan dalam sebuah media berupa buletin ataupun majalah
dan membentuk sebuah Lembaga Pers Mahasiswa yang mereka sebut natas.
Seiring dengan perkembangannya, media
ini dijadikan sebuah UKMPK (Unit Kegiatan Mahasiswa Penerbitan Kampus) natas.
Pada saat itu, UKPMK natas tidak hanya menjadi media bagi mahasiswa yang
memberitakan berbagai permasalahan sosial yang ada di kampus, tapi juga
menyediakan berbagai permasalahan bangsa yang ditunggu-tunggu oleh kalangan
umum. Memang media alternatif saat itu
sangat ditunggu-tunggu oleh banyak kalangan karena media-media umum kurang
berani memberitakan permasalahan politik yang sedang terjadi di bangsa ini saat
itu.
Pada tahun 90-an, UKMPK natas bersama
Univesitas Sanata Dharma semakin berani memberitakan keadaan sosial yang ttterjadi saat itu. Sampai pada puncaknya,
Universitas Sanata Dharma menjadi bagian yang tak terlupakan dalam sssejarah
revolusioner 1998. Saat itu UKMPK natas mengambil bagian dalam pembentukan
wacana publik, dalam hal ini natas tidak hanya sebagai media yang membentuk
wacana publik, tapi juga mengaspirasikan suara mahasiswa.
Akan tetapi, hampir pada tahun yang
sama, terjadi hal yang sangat ironis. natas mati suri. Hal ini disebabkan
karenakedala personal. Saat itu, UKMPK natas tinggal 2 orang. Disebut mati suri
karena natas saat itu tidak mengeluarkan satu media pun.
Pada tahun 1999, natas yang diketuai
oleh Eko Sutriyanto diultimatum oleh pihak rektorat untuk segera ditutup
seandainya tidak mengeluarkan media. Karena itu, crew natas yang hanya dua orang mencoba menerbitkan satu majalah.
Pada tahun yang sama di awal tahun
ajaran, natas mendapat beberapa anggota baru. Di tahun ini pula nataspun mulai
mengepakan sayapnya untuk mengenal pers mahasiswa dari kampus lain. UKMPK natas
masuk PPMI. Inilah titik balik natas dari tahun 90-an ke tahun 2000-an.
2.
natas Era
2000-an dan Sekarang
Pasca penggulingan rezim Orde Baru atau
sekitar tahun 2000, UKPMK natas bersama pers mahasiswa lainya mencoba mengambil
suatu kebijakan bersama yaitu “back to
campus” atau “kembali ke kampus”. Hal ini disebabkan selain karena sebagai
pers kampus, pers mahasiswa saat itu juga kehilangan musuh bersama yang dulunya
adalah Orde Baru.
Pada tahun 2004, UKMPK natas berganti
nama menjadi UKPM (Unit Kegiatan Pers Mahasiswa) natas. Pada tahun ini, natas
mulai mengirimkan delegasinya untuk menjadi pengurus di PPMI baik itu PPMI
Dewan Kota Yogyakarta maupun PPMI Nasional hingga saat ini.
Akan tetapi, ada beberapa masalah yang
sangat ironis dengan natas sebagai sebuah organisasi yaitu berkaitan dengan
regenerasi dan kaderisasi. Masalah kaderisasi selalu diselesaikan dengan dengan
cara kultural. akibatnya yang berkembang adalah mereka yang sering nongkrong di natas.
Selain itu masalah regenerasi menjadi
salah satu kendala yang sangat besar. Dari tahun ke tahun, saat pergantian
pengurus, selalu natas memulai sesuatu dari hal yang paling baru. Hal ini
disebabkan kesalahan dalam regenerasi dan kaderisasi. Akibatnya, natas sebagai
suatu organisasi selalu berjalan di tempat. Lebih sadisnya lagi pada
kepengurusan 2007-2008 dan 2008-2009, natas dianggap sebagai sebuah organisasi
ajai yang bisa tetap hidup tampa suatu dedikasi yang penuh dari beberapa
pengurus intinya.
Akhirnya anggota natas pada periode
2008-2009 mengambil keputusan tegas dengan memecat banyak sekali anggotanya,
termasuk PU natas saat itu diberi surat
peringatan oleh anggota natas. Sebenarnya ini adalah era yang sangat
menyedihkan sekaligus menggembirakan karena pada periode inilah terjadi titik
balik perkembangan yang sangat pesat. Periode inilah, para pengurus natas mulai
menata diribaik secara organisasi maupun secara kultural. Alhasil pada periode
2009-2010, natas menerima sekitar 35 orang anggota baru dan mampu memaksimalkan
orang-orang baru ini dengan sedikit baik. Karena beberapa periode kelam di
atas, natas banyak kali dijadikan contoh oleh beberapa LPM kecil untuk bangkit
dari keterpurukannya.
Ada baiknya, pengalaman ini tidak
dijadikan sebagai suatu kebanggaan untuk dipuja-puja. Akan tetapi, ada baiknya
kita menjadikan sejarah di atas sebagai suatu motivasi dan refleksi untuk
menjadi sebuah organisasi yang semakin baik “karena keterpurukan bukanlah
sesuatu yang memalukan, tapi sebagai sebuah pembelajaran untuk menjadi yang
lebih baik”.
3.
natas yang
Akan Datang...
Keorganisasian natas
LPM natas tersusun dari beberapa divisi yang masih
terus dikembangka yaitu:
1.
Divisi
Keredaksian
Ujung tombak dari sebuah
pers adalah media. Karena itu, apapun yang menjadi alasannya, media bagi natas
tetap dinomorsatukan, walaupun tidak menganaktirikan divisi yang lainnya.
Dalam divisi keredaksian,
LPM natas membagi lagi menjadi dua bagian yaitu redaksi majalah dan redaksi
NHN. Redaksi majalah mencoba mengangkat isu-isu alternatif yang terjadi tidak
hanya di dalam kampus tapi juga ke luar
atau situasi sosial yang sedang terjadi di Negara kita. Singkatnya, majalah
mengangkat isu-isu luar kampus.Tidak terlalu jauh berbeda dengan majalah, NHN
biasanya mengangkat isu-isu dalam kampus.
2.
Divisi Penelitian dan Pengambangan (litbang)
Divisi
litbang mempunyai peran penting dalam setiap organisasi. Litbang bisa dianggap
sebagai pengwas, atau bagai seorang dokter, tugas litbang adalah
mengidentifikasi kekurangan-kekurangan atau penyakit yang ada dalam UKPM NATAS
selanjutnya memberi diagnosis obat alternatif demi kesehatan/ kesembuhan
organisasi, sehingga UKPM NATAS dapat bekerja dengan baik lagi. Melalui rapat
rutin, diskusi dan nonton film diharapkan seluruh anggota dapat berkembang dan
menjalankan tugasnya lebih baik. Selain itu litbang juga bertugas sebagai
sebuah dinamisator dan mencari kader-kader baru dalam organisasi ini.
3.
Divisi Perusahaan
Devisi perusahaan bekerja pada bidang
pendistribusian dan pemasaran produk dari UKPM NATAS sendiri. Selain itu
devisi ini juga bertugas untuk periklanan, dengan harapan ada tambahan dana
untuk memproduksi majalah ataupun Natas Hot News.
4.
Divisi Artistik
Divisi
ini baru terbentuk pada Mubes (Musyawarah Besar) LPM natas 2009 di Wisma APKM
kaliurang. Walau tergolong baru, namun divisi ini sudah bekerja dengan sangat
maksimal, dari tata letak, fotografi, sampai pada karikatur. Awalnya artistik
dianggap hanya dibentuk untuk mewadahi berbagai bakat yang ada di anak-anak
natas. Akan tetapi, hal ini berubah seiring berjalannya waktu. Artistik
dirasakan salah satu divisi yang sama pentingnya dengan divisi lain.
Kemenarikan sebuah berita tidak hanya dilihat dari bentuk tulisannya saja, akan
tetapi tata letak dari tulisan itu juga sangat mempengaruhi psikologi pembaca.
Idealisme natas itu apa to?
Berbicara
mengenai Pers Mahasiswa tidak lepas dari idealisme. Hal inilah yang sangat
membedakan antara Pers Mahasiswa dan Pers Umum. Lalu apa idealisme natas yang
membedakan natas dengan pers lainnya?
Membicarakan
idealisme sama saja dengan kita
membicarakan apa yang dicita-citakan. Ini menarik kalau kita hubungkan dengan
LPM natas itu sendiri. Idealisme natas secara konsep tertulis tergambar dalam
jargo natas yaitu ”Wahana Kreativitas Menuju Akademisi Kritis” atau dengan kata
lain, natas adalah sebuah wadah pembentuk wacana masyarakat untuk menjadi lebih
kritis terhadap situasi sosial yang terjadi di sekitar masyarakat itu sendiri.
Menjadikan
semua masyarakat itu kritis bukanlah hal yang mudah. Ada berbagai macam cara
yang dilakukan agar idealime natas ini bisa terwujud. Sebut saja pada tahun
90-an dimana saat itu natas kut berperan penting dalam membentuk wacana masyarakat
Sanata Dharma untuk mengkritisi keadaan politik yang sedang terjadi saat itu.
Lain lagi dengan beberapa tahun terakhir. Untuk membentuk masyarakat yang
kritis, natas memilih mengambil jalan alternatif dengan keberpihakan pada yang
minoritas. Sebagai contoh yaitu isu-isu yang diangkat oleh natas seperti buruh
migran, sekolah alternatif, masalah pasir besi dal lain sebagainya.
Ada
bebagai macam cara untuk membuat kaum akademisi menjadi kritis. Namun untuk saat
ini, natas memilih menggunakan cara yaitu 'keberpihakan pada kaum
minoritas' dengan memegang penuh prinsip obyektifitas.
Penutup
Sampai
saat ini, natas bukanlah suatu organisasi yang cukup baik. Dari beberapa segi,
ada banyak sekali kekurangan. Akan tetapi, syukurnya kita sudah mengetahui apa
yang menjadi masalah kita dan berusaha untuk memperbaikinya. Kadang-kadang
orang merasa lebih sulit untuk mencari permasalahan yang ada di dalam dirinya
dari pada harus mencari solusi untuk menyelesaikan masalahnya itu.
Satu
tugas besar bagi kita para jurnalis dan aktivis kampus selain masalah internal
organisasi adalah bagaimana membuat masyarakat kampus menjadi lebih kritis
dengan berbagai pemikiran alternatif yang kita berikan. Sebab untuk
memperjuangkan keadilan bagi kaum minoritas bukanlah hal yang mudah.
Kita perlu membangun kekuatan yang besar untuk memperjuangkan keadilan. Karena
itu, jangan pernah berada di titik aman dalam situasi apapuh, bahkan sampai
pada saat orang lain tertidur lelap, kita masih cemas memikirkan jaman.
Salam Persma!!!