Label

Selasa, 21 Februari 2012

COP Itu Apa Sih

Oleh: Richi Richardus Anyan
Waktu menunjukan pukul 19.30. saya besama Tommy, salah seorang rekan Pledoi, beranjak menuju rumah Pak Sunarno. Pak Sunarno adalah salah seorang Dewan Penasehat Presedium COP (Community Oriented Policing). Belum banyak orang yang mengetahui tentang COP itu sendiri, tapi peran mereka sebagai Polisi Masyarakat cukup nyata bagi banyak orang. COP itu sendiri adalah sebuah program pemolisian masyarakat. Dalam program ini, masyarakat dan polisi bukan lagi merupakan dua organ yang berbeda, tetapi keduanya merupakan mitra dalam menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.
Jujur saja saya sendiri belum banyak tahun tentang COP itu sendiri. Hal inilah yang menantang saya untuk terus mencari tahun tentang apa itu COP. Sepanjang perjalanan menuju rumah Pak Sunarto saya terus berdiskusi dengan Tommy soal COP. Saya merasa tidak sabar untuk mengetahui lebih banyak lagi soal apa itu COP dari salah satu Dewan Penasehat Presedium COP ini.
Walau sempat kebingungan mencari jalan, namun akhirnya kami bisa tiba di rumah Pak Sunarno juga. Setiba di rumah Pak Sunarno, kami langsung dipersilahkan duduk. Pria beranak satu ini menyambut kami dengan senyum yang terpancar di wajahnya yang mulai berkerut itu. Aku melihat sesuatu yang berbeda dari pandanganku selama ini tentang polisi pada umumnya. Polisi selalu berperawakan menyeramkan dan selalu menjadi ketakutan tersendiri saat aku bertemu di tengah jalan.
Mana mungkin tidak? Masih terbersit dalam bayanganku tentang kasus pemukulan seorang warga oleh aparat polisi di Sumba pada malam tahun baru. Polisi memukul dan terus memukul sampai berdarah tampa dibalas. Berita pemukulan seorang warga Sumba itu menyebar luas tidak hanya di internet saja, tapi juga menjadi head line news di beberapa media nasional. (http://www.youtube.com/watch?v=oZNOm8wmHFQ)
Aku juga teringat kembali akan video pembubaran kongres di Papua Barat. Polisi datang dengan begitu brutal memubarkan peserta kongres. Dalam Video itu ditunjukan polisi yang memukul beberapa peserta kongres. Polisi juga menyuruh puluhan orang berjalan jongkok lalu berkumpul di bawah panasnya terik Matahari.

Hal ini semakin menambah image di masyarakat kalau polisi bukanlah petugas keamanan masyarakat, tapi hantu masyarakat. Polisi bukan lagi sahabat masyarakat, tapi musuh masyarakat. Polisi bukan lagi penjaga keamanan masyarakat, tapi polisi menjadi salah satu organ yang meresahkan masyarakat.
Saya tersadar dari lamunan mendapatkan Tommy sedang asik mendengarkan cerita Pak Sunarno tentang kesehariannya. Saya bangkit dari duduk sembari melihat beberapa foto yang terpampang di tembok dinding depan rumah Pak Sunarno. Foto-foto itu merupakan gambar dari beberapa kegiatan COP bersama masyarakat.
“Itu foto kegiatan masyarakat sini”, kenang kakek yang telah memiliki empat orang cucu ini ketika melihat saya mendekati yang terpampang di dinding sebelah barat teras depan rumah.
Setelah melihat sepintas foto-foto itu, saya kembali duduk pesis di depan Pak Sunarno. Saya mengambil tas untuk mempersiapkan beberapa perlengkapan untuk wawancara. Suasanapun hening sejenak.
“Secara garis besar, COP itu sendiri sudah berjalan dengan baik. Hanya saja, kendala kita terbesar adalah dana.” Demikian ucap pria yang hanya menggunakan celana pendek ini memecahkan kesunyian.
Menurutnya untuk melakukan kegiatan-kegiatan di masyarakat atau mengadakan pelatihan-pelatihan pasti membutuhkan dana. Sampai saat ini COP belum memiliki pendanaan yang jelas, baik dari kecamatan maupun kepolisian.
“Ya… namanya kalau ngumpul atau pasti butuh minum dan itu harus ada dananya. Selama ini saya selalu menggunakan dana pribadi”, keluhnya.
Memang ada sedikit bantuan dari PUSHAM UII, tapi tidak seberapa, apalagi untuk mendanai COP dalam setahun. PUSHAM UII biasanya membantu dalam memberikan pelatihan-pelatihan guna meningkatkan Sumber Daya Manusia COP itu sendiri.
“Kami menginginkan sekali banyak pelatihan guna meningkatkan kualitas sumber daya manusia kami”, tuturnya.
Walau terkendala dalam pendanaan bukan berarti COP tidak melakukan tugas-tugasnya secara maksimal. Bagi mereka dana memang merupakan salah satu faktor penting, tapi dana bukanlah segalanya.
Keamanan masyarakatlah yang dinomorsatukan. Apabila ada hal-hal yang dapat meresahkan masyarakat, maka COP akan segera bertindak. Misalnya ada pengaduan dari masyarakat terkait beberapa warung yang menjual minuman beralkohol atau kekerasan rumah tangga dan lain sebagainya, akan secepatnya mereka menindaklanjutinya.
Cara mereka menindaklanjuti sebuah permasalahan pun sangat menarik. COP tidak pernah memberikan sangsi kepada para pelaku, tapi lebih menggunakan cara kekeluargaan. Biasanya dengan mempertemukan kedua bela pihak, memberikan nasihat, dan penandatanganan surat perjanjian agar Si pelaku tidak melakukan kesalahan yang sama untuk kedua kalinya. Kalau seandainya masih dilanggar baru mereka serahkan permasalahan itu ke ranah hukum atau kepada pihak kepolisian.
“Sampai saat ini, semua permasalahan yang terjadi di masyarakat dapat terselesaikan dengan baik. Misalnya dulu ada beberapa warung yang menjual minuman beralkohol. Kita datangi tempat-tempat itu dan membicarakannya secara baik-baik. Hasilnya, tidak ada lagi yang menjual minuman keras di sini.” Demikian cerita Pak Sunarno sembari mengingat kembali beberapa kasus yang pernah dia tangani selama menjadi COP.
Selain menangani kasus-kasus yang terjadi masyarakat sekitar, COP juga memiliki program kegiatan sosial. Kegiatan-kegiatan sosial itu sederhana bentuknya, tapi berdampak bagi banyak orang.
“Kita pernah buat kegiatan bersama masyarakat seperti mengangkat sampah-sampah yang berserakan di Terminal Giwangan.” Kenang pria yang sudah memiliki banyak uban di kepalanya. “Ya… ngitung-ngitung sekalian sosialisasilah”, lanjutnya sembari tertawa.
Memang diakui oleh Pak Sunarno sendiri kalau sosialisasi di masyarakat terkait COP itu sendiri masih sangat kurang. Akibatnya masih ada banyak orang yang belum tahu tentang COP itu sendiri. Salah satu upaya yang sedang dilakukan untuk mensosialisasikannya dengan cara menjalin kerjasama dengan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Desa). Selain itu COP juga sedang berusaha untuk melakukan kerjasama dengan POLRI untuk sesekali melakukan patroli bersama polisi.
“Itu baru dalam tahap perencanaan kami”, Jelasnya.
Selain berencana untuk melakukan kerjasama dengan POLRI, COP juga bekerjasama dengan RT/RW setempat untuk mempermudah koordinasi kerja. Tujuannya biar jelas tugas mereka di masyarakat.
COP, dari segi keadministrasian sudah tergolong baik. Mereka sudah punya buku pengaduan, buku tamu, daftar hadir, daftar piket. Hanya saja mereka sampai saat ini belum memiliki seketariat. Selain itu mereka juga belum memiliki standarisasi perekutan anggota yang baik. Siapa yang mau, itu yang direkrut menjadi anggota COP.
Beberapa kendala di atas sebenarnya bisa menjadi catatan bagi pihak kepolisian dan juga SKPD serta aparatur daerah lainnya untuk mencari solusinya. Hal ini menjadi sangat penting agar terwujudnya ketentraman  dan kedamaian di masyarakat.
Di sela-sela perbincangan kami, Pak Sunarno mengajak kami main tebak-tebakan. Waktu itu kami hanya menyimak dengan antusias, kira-kira tebakan apa yang akan diberikan oleh Pak Sunarno.
 “Coba kalian tebak berapa umurku sekarang?” Demikian kelakar Pak Sunarto. Aku dan Tommy coba menebak berdasarkan keriput kulit dan uban yang ada pada bapak ini. “60 tahun”, ujar Tommy. “70 Tahun”, akupun menyambar tak mau kalah. “Umurku sekarang sudah 67 Tahun” ujarnya dengan melempar pandangan ke arah kami berdua sembari tersenyum. Aku dan Tommy saling berpandangan dan tersenyum malu karena kami tahu kami kalah dalam tebak-tebakan itu.
Reportase bersama Tommy Apriando
Comments
0 Comments

Tidak ada komentar: